Cantona bukan orang Inggris, dia Perancis tulen meski keturunan Sardinia dan Spanyol dari garis kakek dan neneknya. Pria flamboyan ini gabungan antara tukang bikin onar, seniman, dan genius sepak bola. Dia menjadi tonggak kesuksesan Manchester United (MU) merajai Liga Inggris dan Eropa selama lebih dari satu dasawarsa. Didatangkan ke Old Trafford oleh Sir Alex Ferguson pada awal musim 1992 dengan pertaruhan besar, ”jadi bintang atau penghancur”, Cantona membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar bintang, melainkan juga ”raja” yang menjadikan MU klub istimewa.
Dilahirkan dengan bakat unik genius sepak bola, Cantona memang ”pembuat masalah”, bahkan sejak karier profesionalnya di klub Auxerre. Bukan saja jago berkelahi—bahkan dengan teman setimnya—Cantona juga bermulut tajam. Bintang kelahiran Marseille, 24 Mei 1966, ini pernah menjalani aneka macam skors karena memaki anggota komisi disiplin, wasit, bahkan pelatih tim nasionalnya sendiri.
Meski genius dan pencetak gol andal, Cantona harus berpindah-pindah klub akibat polahnya yang
Cantona kemudian berlabuh di Leeds United dan mengantarkan tim kota industri itu menjadi juara Inggris musim 1991. Saat kompetisi usai dan FA memulai format baru Premiership. Sir Alex, yang sudah menjadi komandan di Old Trafford sejak 1986, membutuhkan seorang ujung tombak. Cantona menjadi incaran utamanya. Fergie sangat kagum kepada Cantona, bukan saja karena teknik yang tinggi dan keandalannya mencetak gol, melainkan juga karakternya yang keras. ”Cantona cocok memimpin pasukan muda MU,” pikir Fergie.
Intuisi Fergie mengenai Cantona memang brilian. Dengan karakternya yang keras, Cantona sukses memimpin pasukan MU, yang sejak musim 1992-1993 diisi bintang-bintang muda seangkatan David Beckham. Hampir lima tahun bersama ”Setan Merah”, Cantona memberikan empat gelar Premiership, termasuk gelar ganda Piala Liga dan FA Cup.
Saat prestasi MU sedang melambung, Cantona justru memutuskan pensiun dari sepak bola, padahal usianya baru 31 tahun. Keputusannya pensiun tidak saja diratapi MU, tetapi juga sepak bola Inggris secara umum. Meski kontroversial—termasuk kasus tendangan kungfunya yang sensasional—Cantona menjadi pelepas dahaga masyarakat Inggris yang rindu prestasi dan bintang
Sejak kehadiran Cantona, sepak bola Inggris memang ibarat bangkit dari kematian panjang. Di pergaulan internasional, Inggris terbilang medioker karena baru sekali menjadi juara dunia, yakni pada tahun 1966 saat Piala Dunia digelar di negara itu. Sempat melambung ke angkasa saat menjadi tuan rumah Euro 1996, pasukan ”The Three Lions” tersungkur di babak semifinal lewat adu penalti melawan Jerman.
Inggris memang patut menangis. Saat menjadi tuan rumah Euro 1996, mereka melakukan kampanye
Melawan Jerman pula Inggris tergusur secara tragis dalam semifinal Piala Dunia 1990 Italia. Padahal kala itu pasukan yang dipimpin Sir Bobby Robson merupakan salah satu tim terbaik Inggris sejak Bobby Charlton dan kawan-kawan yang mengangkat Piala Jules Rimet di Wembley tahun 1966.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.