Mendapat kabar itu, tentu sangat menyedihkan. Meski sejujurnya saya tak terlalu terkejut dengan keputusan FIFA tersebut. Soalnya, beberapa hari sebelumnya, FIFA telah membatalkan acara drawing Piala Dunia U-20, yang sedianya dilaksanakan di Bali pada 31 Maret 2023.
Pertanyaannya, mengapa ini bisa terjadi? Dari rilis media, FIFA hanya menyebutkan pembatalan terkait dengan situasi terkini di Indonesia.
“FIFA telah memutuskan, karena keadaan saat ini, untuk menghapus Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 2023,” demikian pernyataan FIFA.
FIFA tidak menjelaskan secara rinci maksud situasi terkini itu. Tetapi, tentu kita bisa menangkap bahwa derasnya penolakan keikutsertaan Israel oleh beberapa pemangku kepentingan di Indonesia adalah masalah utamanya.
FIFA memegang teguh prinsip kesetaraan, fairplay, serta anti diskriminasi. Dengan adanya, penolakan terhadap Israel itu, maka pemerintah dianggap tidak bisa memberi jaminan, sehingga Indonesia dinilai tidak mampu menjadi tuan rumah.
Jaminan atau garansi dari pemerintah adalah syarat mutlak dari FIFA. Surat garansi (guarantee letter) pemerintah itu pula yang dulu didapat FIFA, dan menjadi modal bagi PSSI saat melakukan dan memenangkan bidding tuan rumah Piala Dunia U-20 pada tahun 2019.
Turunan dari surat garansi pemerintah itu, jumlahnya cukup banyak. Tak hanya soal keamanan, tetapi juga hal lain, seperti kesiapan infrastruktur, stadion, dan bahkan sampai urusan imigrasi dan kepabeanan.
Ironisnya, ketika semua persiapan sudah mencapai ujung menjelang pertunjukan, Indonesia dibatalkan menjadi tuan rumah. Isu Israel mengalir deras seolah tak terbendung.
Pembatalan acara drawing di Bali, alarm keras bagi Indonesia. Semua mulai panik sampai akhirnya Ketua Umum PSSI yang baru, Erick Thohir, diutus Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bernegosiasi dengan Presiden FIFA, Gianni Infantino.
Hasilnya sudah kita ketahui bersama. FIFA tidak bisa dinego. Mereka hanya butuh surat jaminan dari Pemerintah Indonesia bahwa Indonesia bisa menjadi tuan rumah yang baik tanpa melanggar prinsip kesetaraan, fairplay, serta anti diskriminasi.
Hal yang terjadi, semua seakan baru sadar dengan masalah Israel belakangan ini. Isu itu semakin sulit diredam karena tahun ini adalah tahun politik. Suka atau tidak, setuju atau tidak pada akhirnya politik masuk juga ranah sepak bola. Munculnya isu penolakan Israel adalah isu politik.
Idealnya, rencana mitigasi sudah disusun setelah Indonesia dipastikan menjadi tuan rumah. Hal yang terburuk setidaknya sejak Israel memastikan lolos ke Piala Dunia U20 pada Juni 2022. Dari titik inilah PSSI selaku Local Organizing Committee (LOC) harusnya sudah jungkir balik membangun komunikasi dan menjalankan strategi bersama semua stakeholder.
Sayangnya, LOC belum peka terhadap krisis. Akibatnya, pemerintah selaku pemberi jaminan tak mendapatkan informasi yang cukup terkait potensi masalah. Sehingga, komunikasi untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan Piala Dunia U-20 ke stakeholder lain tak berjalan.
Seperti yang terjadi saat ini, pemetaan masalah tidak terstruktur dan tersusun dengan baik. Jangankan masalah Israel, masalah kesiapan infrastruktur sarana dan prasarana stadion saja masih heboh sampai belum bisa dipastikan. Stadion yang akan dipakai pun belum ditetapkan walau pelaksanaan Piala Dunia tinggal tiga bulan.
Apalagi sepak bola Indonesia diguncang dengan peristiwa memilukan di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang menewaskan 135 suporter dan ratusan orang lainnya terluka pada 1 Oktober 2022. Kasus itu jadi perhatian dunia dan masuk dalam catatan FIFA.
Karena tidak ada rencana mitigasi yang matang, akhirnya fokus persiapan Piala Dunia U-20 pun terganggu. Kasus Kanjuruhan juga berbuntut dilaksanakannya kongres biasa dan luar biasa PSSI dengan muara pergantian pengurus PSSI. Praktis persoalan yang terkait dengan persiapan Piala Dunia U-20 agak terbengkalai.
Komunikasi dan koordinasi LOC dengan Indonesia FIFA U-20 World Cup Organizing Committee (INAFOC) tak berjalan mulus. Bahkan, struktur INAFOC baru terisi penuh dan baru terlihat bekerja setelah pengurus PSSI baru terbentuk pada Februari 2023.
Keputusan FIFA sudah final. Kita terpaksa harus menerima dan menelan pil pahit. Impian untuk melihat anak bangsa tampil di pentas Piala Dunia U-20 sekali lagi harus tertunda. Ini menjadi ongkos pembelajaran yang mahal.
Kita harus belajar dari kasus ini, jika masih berani mencalonkan diri sebagai tuan rumah di ajang olahraga, seperti Piala Dunia atau Olimpiade.
https://bola.kompas.com/read/2023/03/30/19423998/piala-dunia-u20-apa-yang-salah
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.