Menurut dia, pernyataan tersebut hanya diplomasi untuk menarik simpati publik, utamanya Aremania. Sebab, saat ini Arema FC dikucilkan dari dari sepak bola nasional.
Tim ditolak di mana-mana, kesulitan mencari markas dan diserang saat bertanding. Situasi itu ditambah dengan hasil yang tidak kunjung membaik dalam laga Liga 1 2022-23, di mana Arema FC menelan empat kekalahan beruntun.
Kondisi di Malang juga memanas karena manajemen dinilai tak peka. Mereka tidak ikut memberikan pendampingan korban terhadap proses hukum yang berjalan di PN Surabaya.
Namun, yang membuat Akmal Marhali paling skeptis dengan pernyataan tersebut adalah sosok Iwan Budianto di pucuk pemegang keputusan. Menurut dia, pembubaran tim adalah hal yang mustahil dilakukan.
“Soal gengsi,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com.
Iwan Budianto dan Arema FC bisa dibilang sudah menjadi satu kesatuan. Ia adalah salah satu orang yang menjaga semangat tim berjuluk Singo Edan tetap eksis di kompetisi naungan PSSI saat terjadi dualisme pada 2012.
Ia masuk menjadi CEO menemani Dendi Santoso dkk berjuang di ISL 2013. Kemudian, terbentuklah PT AABBI (Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia) yang disahkan pada 2015.
Iwan Budianto memegang saham terbesar sebanyak 3.750 lembar atau senilai Rp 3,75 miliar. Jumlah tersebut 75 persen dari total saham PT AABBI.
Sisa saham dipegang oleh Gilang Widya Pramana melalui PT Juragan Sembilan Sembilan Corp sebanyak 15 persen atau 750 lembar saham senilai Rp 750 juta.
Kemudian, 10 persen dimiliki artis Raffi Ahmad melalui RANS Entertainment setara dengan 500 lembar saham senilai Rp 500 juta.
“Dia memiliki saham mayoritas, dia punya hak mempertahankan Arema,” ujar Akmal Marhali.
“Atau kalau dia mau cuci tangan, ya melepas saham Arema FC. Cuma tetap dia yang berkuasa,” pungkasnya.
https://bola.kompas.com/read/2023/01/31/13200048/membubarkan-arema-fc-jadi-langkah-mustahil-iwan-budianto