Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sepak Bola dan Limit Kemanusiaan

DUKA mendalam untuk sepak bola Tanah Air atas tragedi di Kanjuruhan, Malang, Indonesia. Lebih dari 120 orang meninggal dunia. Tidak terbayangkan bahwa malam Minggu, tanggal 1 Oktober 2022 itu, akan menjadi malam kelam di Malang.

Air mata, penyesalan, ataupun tindakan investigasi sekalipun, tidak akan bisa mengembalikan nyawa yang telah hilang.

Siapa yang paling bersalah dalam tragedi ini? Akan ada banyak versi yang muncul untuk menjawab pertanyaan ini.

Namun, kita patut lebih jauh bertanya, apakah sepak bola sudah cukup menunjukkan limit kita, yang seharusnya bertindak sebagai manusia dengan sesama manusia yang lain?

Dualitas Sepak Bola

Selain menarik dan menghibur, sepak bola pun kerap memunculkan dualitas. Ia bisa menjadi olahraga milik rakyat karena dapat dilakukan dan dikagumi seluruh rakyat. Namun, sekaligus di sisi lain, ia juga bisa punya sisi eksklusif karena diatur dan dikuasai oleh para pemilik cuan atau modal besar. Selain itu, sepak bola bisa menjadi pertandingan kelas tarkam (antarkampung) sebagai hiburan orang kampung, tetapi ia juga bisa jadi perhelatan level dunia di stadion internasional nan megah dengan selebrasi dan sponsor berkelas tinggi.

Fakta ini pun sekaligus menunjukkan banyaknya peminat dan luasnya jangkauan olahraga ini. Luasnya jangkauan sepak bola ini turut membawa dualitas lain. Hal itu terlihat mulai dari soal gengsi kampung sampai politik dunia. Mulai dari soal rasial sampai soal protes perang antarnegara, sampai kampanye perdamaian yang juga bisa dijangkau melalui sepak bola.

Tidak berhenti di situ, dualitas pun muncul ketika sepak bola, di satu sisi, bisa menghasilkan banyak cerita prestasi, tetapi sekaligus banyak cerita skandal pun tragedi. Sepak bola bisa menjadi ajang amal untuk membantu menyambung hidup korban bencana ataupun untuk riset pengobatan penyakit tertentu. Juga sebaliknya, sepak bola pun bisa "menghilangkan" nyawa para penikmatnya.

"Maut" yang dibawa oleh sepak bola ini bukan hanya terjadi pada mereka yang "kehabisan darah", kelelahan akibat terlalu begadang menonton di musim Piala Dunia, seperti beberapa kejadian yang telah berlalu, tetapi juga mampu merenggut ratusan nyawa. Dalam konteks ini, Stadion Kanjuruhan, Malang, menjadi saksi bisu atas salah peristiwa maut besar dalam sejarah sepak bola dunia.

Fanatis dan Primordialis

Berdasarkan pengataman dan penelusuran, dominasi kerusuhan di dunia sepak bola, entah itu pada skala lokal sampai level internasional ialah tindakan fanatis dan primordialis. Fanatis atau fanatik diartikan sebagai kepercayaan yang terkuat pada ajaran tertentu. Sementara itu, primordialis berasal dari pemahaman tentang primordialisme dilihat sebagai sikap yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik itu tradisi, adat istiadat, ataupun berbagai hal yang ada dilingkungan (KBBI, 2012).

Dalam arti sempit, fanatis atau fanatik bisa membuat orang kehilangan akal sehat sehingga bertindak sembrono. Sementara itu, primordialis dapat mendorong orang untuk melihat semua yang berasal dari daerahnya merupakan hal yang paling baik melebihi yang dimiliki orang lain.

Kedua kecenderungan ini sering hinggap pada para penggemar sepak bola. Keduanya juga jarang absen dipraktikkan ketika mendukung tim kesayangan di lapangan hijau. Mereka dominan muncul karena antara pelaku, pemain, ataupun klub sepak bola berasal dari tempat yang sama, atau ada kerabat pun kenalan yang bermain di sana.

Salah satu studi mengenai suporter, yang dibuat oleh Agusman (2018), di Sleman, Yogyakarta, menunjukkan, tindakan fanatis juga muncul akibat faktor rivalitas antardaerah ataupun balas dendam kepada tim dari wilayah lain. Tindakan fanatis dan daya dorong primordialis kemudian memunculkan ekspektasi bahwa kemenangan adalah sebuah harga mati. Tidak ada lagi tempat untuk melihat lawan bertanding sebagai pihak yang darinya orang dapat belajar. Orang kehilangan daya nalar rasional sehingga sanggup menghalalkan segala cara.

Kecenderungan ini mentransformasi yang lain (lawan) sebagai musuh. Lawan adalah musuh yang harus dikalahkan karena anggapan buta, "tim kamilah yang terhebat dan terbaik." Iklim kompetisi akhirnya berubah menjadi aktus eliminasi atas yang lain ini.

Pertimbangan dan pandangan tentang kemanusiaan pun hilang dalam situasi demikian. Akibatnya dapat dilihat dalam amukan massa atau kerusuhan yang terjadi jika tim kesayangan kalah. Biasanya yang akan menjadi sasaran adalah tim lawan atau fasilitas umum. Setelahnya, tidak ada yang mau mengaku atau bertanggung jawab.

Sepak Bola dan Bahaya Modernisasi

Selain efek negatif akibat tindakan fanatis dan primordialis, dalam perkembangannya di era modern, tidak jarang terdapat proses-proses dalam sepak bola yang turut menyebabkan dehumanisasi. Hal ini terjadi ketika alih-alih menyehatkan dan menghibur, olahraga ini juga bertransformasi menjadi lahan bisnis dan tempat meraup uang. Proses ini tidak tanggung-tanggung mengesampingkan serta buta sisi kemanusiaan. Ini terjadi ketika tuntutan penyelenggaraan olahraga yang modern kerap membuat olahraga ini mesti ditopang oleh gaya pengaturan kapitalis.

Potret kemiskinan yang terlihat pada permukiman kumuh di sekitar stadion sepak bola megah bisa jadi indikatornya. Pemandangan permukiman orang miskin di dekat Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Brasil, atau kampung kumuh di dekat Jakarta Internasional Stadium, cukup jadi bukti bahwa pengaturan sepak bola kadang abai dengan kondisi manusia di sekitarnya. Hal ini belum ditambah dengan praktik cari untung dalam perjudian bola. Sebuah tindakan yang sanggup berdampak bagi pengaturan skor atau pengaturan jadwal pertandingan.

Oknum yang memilik kepentingan akan berusaha sedemikian rupa untuk mendapatkan untung dari setiap pertaruhan. Bukan tidak mungkin juga, para pendukung, juga tergolong sebagai oknum yang dimaksud. Hal ini yang membuat orang bisa gelap mata dan terbakar amarahnya ketika tim yang didukung kalah. Uang bisa menjadi penyebab kekacauan.

Dalam konteks ini, dehumanisasi manusia yang muncul akibat modernisasi dan kemajuannya, termasuk dalam gaya pengaturan sepak bola modern, sebagaimana yang dikatakan para kritikus mazhab Frankfut: Adorno, Marcuse, dkk ( Bertens, 2012)) bukan menjadi hal omong kosong. Manusia menjadi tidak manusiawi di dalam pengaturan olahraga yang demikian. Sepak bola modern dapat berubah menjadi bahaya yang mengancam kemanusiaan.

Sepak Bola yang Manusiawi

Fanatisme, primordialisme serta bahaya modernisasi telah mendorong sepak bola menjadi jerat bagi bagi manusia. Sungguh pun, ini menjadi kenyataan yang menjadi ancaman, tetapi tetap ada langkah yang perlu diambil. Langkah ini penting untuk mengonstruksikan sepak bola menjadi olahraga yang manusiawi.

Berkaca dari tragedi di Kanjuruhan, pentingnya bagi untuk tim sepak bola dan para pendukungnya agar memantapkan organisasi bagi para pendukung atau suporter. Pemantapan ini dibuat dengan mengarahkan organisasi ini bukannya hanya untuk berteriak menyemangati pemain atau tim kesayangan, tetapi untuk menjadi lebih manusiawi. Hal ini bisa dilakukan dengan menjalankan dan memperbanyak kegiatan kemanusiaan lain, di luar lapangan sepak bola, baik kegiatan amal atau tindakan yang lain.

Tindakan ini kiranya membawa wajah manusiawi dalam sepak bola. Selain itu tindakan ini juga mampu mengurangi sepak bola sebagai ajang hura-hura yang berpotensi huru-hara, atau juga menjadikan sepak bola bukan olahraga yang hanya menjadi ladang bisnis semata. Lebih jauh, pemain ataupun tim atau pun pengelola sepak bola mesti bisa jadi inspirasi. Inspirasi ini menunjukkan bahwa olahraga yang mereka lakoni adalah olahraga untuk kemanusiaan.

Artinya, selain menunjukkan skill dan sikap sebagaimana layaknya manusia dalam bermain bola, mereka juga mengajak untuk mengutamakan sisi kemanusian dalam setiap ajang sepak bola atau pun yang terkait dengannya.

Pada tataran ini, tindakan rasial atau kekerasan fisik tidak boleh terjadi dalam pertandingan sepak bola. Kemenangan ada bonus dari sebuah permainan cantik dan kekalahan adalah saat untuk belajar jadi lebih baik di waktu yang akan datang. Eksistensi sisi manusiawi merupakan harga mati dalam sepak bola.

Demi menjaga sisi kemanusiaan juga, perlu untuk diperhatikan jam terbang yang lebih banyak dan lebih spesial bagi pihak keamanan yang bertugas dalam pertandingan. Ini bisa diadakan dalam bentuk pelatihan taktikal yang lebih serius, pun mendetail penanganan kasus atau kejadian dalam situasi khusus.

Apalagi ketika hal ini melibatkan massa dalam jumlah yang lebih besar dan dalam situasi dan tempat yang khusus. Pelatihan taktikal ini kira bisa meminimalisasi kecenderungan manusia yang bertindak gegabah dalam situasi terjepit. Selain tentunya akan mempertebal pertimbangan kemanusiaan dalam situasi seperti ini.

Men Sana In Corporea Sano

Pepatah latin lama dan klasik, "men sana in corporea sano," (di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat) seharusnya selalu menjadi pengingat bagi kita semua, para pemain, pendukung tim, dan stakeholder sepak bola, bahwa mestinya olahraga ini menyehatkan raga dan juga menyehatkan dan menghibur jiwa.

Sepak bola harus tetap menjadi sesuatu yang mengingatkan bahwa kita semua masih manusia. Melalui sepak bola juga kita menunjukkan limit kemanusiaan kita, yang harusnya bertindak manusiawi untuk mencapai kesehatan dan kebahagiaan jiwa dan raga melalui sepak bola.

Mari belajar untuk menjadi lebih manusia dalam dan melalui sepak bola sebagai bagian untuk mengenang semua mereka yang telah menjadi korban. Dengan begitu, kita berharap, kepergian mereka dalam tragedi di Kanjuruhan tidak menjadi sia-sia.

https://bola.kompas.com/read/2022/10/04/17163748/sepak-bola-dan-limit-kemanusiaan

Terkini Lainnya

Chelsea Vs Burnley: Sterling dan Pochettino Paham Kemarahan Fan

Chelsea Vs Burnley: Sterling dan Pochettino Paham Kemarahan Fan

Liga Inggris
Alphonso Davies Dapat Ultimatum Bayern, Madrid Pantau Situasi

Alphonso Davies Dapat Ultimatum Bayern, Madrid Pantau Situasi

Bundesliga
Persaingan Kiper Persebaya: Andhika Tahan Penalti, Ujian untuk Ernando Ari

Persaingan Kiper Persebaya: Andhika Tahan Penalti, Ujian untuk Ernando Ari

Liga Indonesia
Barito Putera Vs PSIS: Nikmati Pertandingan Usai Sikat Juara Bertahan

Barito Putera Vs PSIS: Nikmati Pertandingan Usai Sikat Juara Bertahan

Liga Indonesia
Legenda Bayern Yakin Leverkusen Akan Juara Bundesliga 2023-2024

Legenda Bayern Yakin Leverkusen Akan Juara Bundesliga 2023-2024

Bundesliga
Persib Ditahan Bhayangkara, Cemas Ciro Alves dan Beckham Putra Cedera

Persib Ditahan Bhayangkara, Cemas Ciro Alves dan Beckham Putra Cedera

Liga Indonesia
Man City Vs Arsenal: Citizens Kena 'Virus FIFA', 5 Kabar Baik untuk Guardiola

Man City Vs Arsenal: Citizens Kena "Virus FIFA", 5 Kabar Baik untuk Guardiola

Liga Inggris
Nova Arianto Panggil 36 Nama untuk Seleksi Tahap Kedua Timnas U16 Indonesia

Nova Arianto Panggil 36 Nama untuk Seleksi Tahap Kedua Timnas U16 Indonesia

Timnas Indonesia
Saat Debutan Muda Persib 'Jail' dan Diperingatkan Radja Nainggolan...

Saat Debutan Muda Persib "Jail" dan Diperingatkan Radja Nainggolan...

Liga Indonesia
Menpora Setuju PSSI Tentukan Nasib Shin Tae-yong Usai Piala Asia U23 2024

Menpora Setuju PSSI Tentukan Nasib Shin Tae-yong Usai Piala Asia U23 2024

Timnas Indonesia
Man City Vs Arsenal, Laga Krusial The Gunners demi Trofi Premier League

Man City Vs Arsenal, Laga Krusial The Gunners demi Trofi Premier League

Liga Inggris
Jadwal Spain Masters 2024, 6 Wakil Indonesia Berburu Tiket Semifinal

Jadwal Spain Masters 2024, 6 Wakil Indonesia Berburu Tiket Semifinal

Badminton
Zohri dan Odekta Lolos Olimpiade Paris 2024, Indonesia Sudah Punya 9 Wakil

Zohri dan Odekta Lolos Olimpiade Paris 2024, Indonesia Sudah Punya 9 Wakil

Sports
Jadwal Liga 1 Akhir Pekan: PSM Vs Borneo, Bali United Vs Persija

Jadwal Liga 1 Akhir Pekan: PSM Vs Borneo, Bali United Vs Persija

Liga Indonesia
Raih Gelar Liga Champions hingga Piala Dunia, Messi Tak Punya Mimpi Lagi di Sepak Bola

Raih Gelar Liga Champions hingga Piala Dunia, Messi Tak Punya Mimpi Lagi di Sepak Bola

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke