KOMPAS.com - Presiden Juventus, Andrea Agnelli, mengutarakan bahwa proyek Liga Super Eropa belum berakhir dan menekankan komitmennya untuk mengubah lanskap sepak bola antarklub Eropa.
Andrea Agnelli mengutarakan hal tersebut di pertemuan tinggi Business of Football yang diadakan oleh media keuangan terkemuka, Financial TImes, di London pada Kamis (3/3/2022).
Menurut Agnelli, proyek Liga Super Eropa yang sempat membuat heboh pada 2021 belum mati.
"Proyek ini belum gagal," ujar Agnelli ketika ditanya alasan Liga Super Eropa gagal.
"Super League adalah usaha kolektif dari 12 tim, bukan satu orang."
"Sebanyak 12 klub telah menandatangani kontrak 120 halaman dan itu masih mengontrak ke-11 klub."
Agnelli menekankan pada argumen awalnya bahwa UEFA perlu sebuah gebrakan baru. Bukan hanya perihal kompetisinya tetapi juga organisasinya.
"Sepak bola Eropa perlu direformasi. Kompromi sudah bukan lagi sebuah opsi, kita perlu reformasi mendalam," lanjut Agnelli.
"Apakah sebuah operator yang memonopoli semua hal cocok untuk memimpin bisnis seperti sepak bola? Saya pikir tidak."
"Mereka adalah regulator, pemegang monopoli, sekaligus penjaga gerbang," ujar Agnelli sembari terus menyerang UEFA.
Sebelumnya, Presiden LaLiga Javier Tebas telah melancarkan serangan ke tiga klub yang menjadi motor gerakan Super League: Barcelona, Real Madrid, dan Juventus.
Tebas bahkan mengatakan Agnelli dan para pimpinan klub-klub tersebut lebih banyak berbohong ketimbang Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Mereka membuat UEFA dan Premier League menjadi musuh karena pertumbuhan kompetisi-kompetisi tersebut melawan model mereka," ujar Tebas seperti dikutip dari Football Espana.
"Kami tahu ini. Kami punya informasinya."
"Mereka boleh bilang apa saja tetapi mereka tetap menyusun ini. Saya pikir mereka berbohong lebih banyak dari Putin, jujur saja."
Proyek Super League pertama diumumkan pada April 2021 ketika 12 klub mengumumkan niat untuk memisahkan diri dari struktur tradisional sepak bola Eropa dan membuat kompetisi tertutup sendiri.
Pengumuman tersebut tumbang dalam waktu hanya 48 bulan setelah protes masif dari para suporter.
Keenam klub Inggris yang terlibat langsung menjauhkan diri dari keputusan tersebut. Begitu juga Ateltico Madrid, AC Milan, dan Inter Milan.
Akan tetapi, Barcelona, Juventus, dan Real Madrid masih melanjutkan upaya mereka.
Proses hukum sempat dibuka untuk trio klub tersebut dalam upaya pembentukan European Super League,
Mereka terancam hukuman berat, di antaranya absen di Liga Champions selama dua musim.
Namun, ketiga klub tersebut tidak menilai melakukan pelanggaran sehingga membawa permasalahan ini ke Pengadilan Madrid pada Juli lalu.
Pengadilan Madrid kemudian memutuskan bahwa UEFA seharusnya tak berhak memberikan hukuman terhadap tiga pendiri Super League itu.
Alhasil, UEFA sempat menunda proses hukum tersebut dan memutuskan untuk mencabutnya pada akhir September 2021.
UEFA juga batal mengenakan denda bernilai total 15 juta euro (sekitar Rp 260 miliar) terhadap sembilan klub pendiri European Super League yang telah menyatakan mundur.
https://bola.kompas.com/read/2022/03/04/04400038/andrea-agnelli-liga-super-tidak-gagal-uefa-tetap-perlu-direformasi