PATI, KOMPAS.com - Penyerang naturalisasi Greg Nwokolo mencurahkan isi hatinya mengenai perkembangan sepak bola Indonesia.
Dia menegaskan sepak bola Indonesia tidak pernah kehabisan sumber daya untuk menjadi besar.
Hanya saja, menurut dia, butuh penanganan yang tepat untuk bisa maksimal.
Tak usah muluk-muluk, bisa dimulai dengan membangun ekosistem sepak bola yang positif.
Greg Nwokolo mengingatkan salah satu masalah yang membuat sepa kbola nasional sulit maju adalah mental para pelaku di dalamnya, termasuk suporter dan pemain itu sendiri.
Bisa dilihat dari penampilan tiga pemain Indonesia yang berkarir di luar negeri, Asnawi Mangkualam (Ansan Greeners), Witan Sulaeman (Lechia Gdansk) dan Egy Maulana Vikri (FK Senica).
“Mereka bisa kita lihat semangatnya seperti apa kalau main di luar negeri. Kualitasnya sudah sangat jauh berbeda dan mentalitasnya juga beda. Mereka tidak takut, tetap tenang apalagi Witan, dia sangat luar biasa,” kata pemain Madura United kepada Kompas.com.
“Dia tidak takut duel, tidak takut lawan, dia berani duel satu lawan satu,” imbuhnya.
Namun potensi besar Egy Maulana Vikri dan kawan-kawan bisa runtuh dalam satu malam saja.
Greg Nwokolo bisa membayangkan andai Indonesia Sabtu (25/12/2021) kemarin kalah lawan Singapura dan gagal lolos ke babak semifinal.
Bagaimana nama-nama yang dielukan sebagai idola berubah menjadi sasaran cibiran dan kekecewaan oknum suporter.
Ini salah satu mental yang harus segera diubah.
“Kalau bola itu masuk (penalti menit ke-90 lawan Singapura) dan Indonesia kalah, mereka semua itu yang awalnya jadi hero mereka jadi zero, pasti dibully,” kata penyerang yang berkarir di Indonesia sejak 2004 silam.
“Dalam sepak bola apapun bisa terjadi. Jadi itu pelajaran buat kita, buat penonton yang tidak pernah mengapresiasi kerja orang,” tegasnya.
Masalah lain yang biasa terlihat adalah kebiasaan buruk meremehkan. Greg Nwokolo juga sering resah mendapat komentar negatif ketika Indonesia menang dengan skor kecil melawan tim yang dianggap semenjana.
Dia mengatakan sepak bola itu dinamis dan setiap tim selalu berproses menjadi lebih baik. Jadi tidak relevan jika kemudian menjadikan hasil beberapa tahun kebelakang menjadi acuan hasil saat ini.
“Jadi setiap lawan kita harus respect, karena sepakbola sekarang semua negara maju. Jadi Kamboja dan Laos semua maju. Hanya Indonesia yang masih berfikir setiap ketemu Kamboja kita masih memikirkan pertandingan lima tahun yang lalu, padahal kondisinya sudah berbeda,” katanya.
Begitu pula pemain saat berhadapan dengan tim yang sedang dalam kondisi tidak diuntungkan pemain cenderung gegabah dan tergesa-gesa.
Seperti yang terlihat saat semifinal lawan Singapura mendapatkan kartu merah kedua.
Tim banyak membuat kesalahan karena dengan ceroboh mencoba merangsek ke lini pertahanan. Greg Nwokolo mengatakan beruntung Evan Dimas masuk disaat yang tepat, karena tidak banyak pemain yang bisa mengatur ritme sepertinya.
Kebiasaan ini juga sering ditemukan di kompetisi Indonesia.
“Setiap pertandingan harus respect kepada lawan dan anggap mereka lawan berat, jangan meremehkan siapapun apalagi ketika tim dapat kartu merah,” ujarnya.
“Aku sering lihat di Liga 1 ketika tim lawan dapat kartu merah seperti tidak ada bedanya yang dapat kartu merah dan yang bermain 11 pemain. Karena mainnya lari long pass, lari lagi,” kata pemain naturalisasi asal Nigeria.
Hal-hal ini yang menurut Greg Nwokolo bisa menjadi renungan kembali bersamaan dengan momen Piala AFF 2020. Karena sejatinya di Indonesia punya sebuah kekuatan untuk menjadi yang terbaik.
“Aku tidak kaget. Aku ingin melihat Indonesia menang lawan Thailand. Karena kita punya kemampuan dan kita punya pemain yang bisa.”
“Jadi jangan kaget kalau Indonesia besok menang lawan Thailand, karena pemain-pemain kita punya kualitas,” pungkasnya.
https://bola.kompas.com/read/2021/12/28/11000028/piala-aff-jadi-momen-evaluasi-mental-suporter-dan-pemain