KOMPAS.com - Valentino Simanjuntak menilai bahwa terlalu mudah baginya untuk membawakan acara olahraga seperti layaknya Peter Drury, Jon Champion, dan Jim Beglin.
Presenter dan komentator Valentino Simanjuntak dikritik warganet. Gaya bahasanya dinilai terlalu berlebihan untuk ukuran komentator sepak bola.
Para pencinta sepak bola Tanah Air menginginkan komentator membawakan materi yang lebih berbobot dan mengedukasi.
Hingga akhirnya, muncullah tagar #GerakanMuteMassal yang seketika menjadi trending di media sosial Twitter.
Soal pembawaannya yang dinilai hiperbola, Valentino Simanjuntak menilai bahwa dirinya bisa saja menjadi komentator "normal".
Normal di sini dalam artian apa yang diomongkan sesuai kejadian di lapangan yang kemudian didukung dengan fakta-fakta pertandingan, seperti gaya komentator olahraga Inggris
Namun, Bung Jebret, sapaan akrab Valentino Simanjuntak, menilai bahwa itu terlalu mudah baginya karena sebenarnya tayangan sepak bola lebih dari sekadar apa yang dlihat di layar kaca.
"Terlalu mudah buat gua menjadi Peter Drury, Jon Champion, Jim Beglin yang disebut sama netizen," ucap Valentino dalam acara "Kamar Rosi" yang ditayangkan langsung lewat channel YouTube Kompas TV, Rabu (14/4/2021) malam WIB.
"Itu hal yang sangat simpel dari seorang komentator untuk sekadar membawakan dengan tempo yang sesuai di lapangan," imbuhnya.
"Ketika masuk kotak penalti dia (komentator) ngangkat intonasinya, setelah gol masukin datanya, baru kemudian kasih faktanya. Itu terlalu piece of cake (terlalu mudah) buat gue," kata Valentino.
Soal tiga nama yang disebut Valentino di atas, mereka adalah komentator olahraga ternama di Britania Raya.
Suara mereka sering akrab di telinga para pencinta sepak bola Inggris, terutama Premier League.
Bahkan, suara Peter Drury, Jon Champion, Jim Beglin, juga terdengar di salah satu gim sepak bola terkenal.
Masih soal gaya bahasanya yang "unik" dari komentator kebanyakan, Valentino mengatakan bahwa hal itu bukan muncul begitu saja.
Jadi, sebelum membawakan suatu acara, Valentino melakukan riset dengan koleganya untuk mencari sesuatu yang baru yang nantinnya bakal disampaikan di pertandingan.
Hal tersebut, menurut Valentino, bertujuan untuk membuat pertandingan lebih menarik dan menjadi makin hidup.
Contohnya pada Piala Menpora 2021, dia berpikir untuk membuat idiom-idiom dari bahasa asing supaya lebih berkelas dan tidak terkesan alay.
Selain itu, Valentino juga membuat statistik dan fakta-fakta unik yang berhubungan dengan pertandingan.
"Setiap kesempatan yang saya punya untuk mengomentari sepak bola, semuanya gua research. Gua mau buat apa nih di season ini, gua mau buat apa nih di turnamen ini," ucap Valentino.
"Di season yang ini (Piala Menpora), terpikirkan untuk membuat idiom-idiom dari luar biar kesannya lebih berkelas dan tidak 'alay'. Selain itu gua juga bikin statistik fun facts selama babak penyisihan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Valentino mengatakan bahwa dia tidak asal membawakan acara lalu selesai. Dia merasa bertanggung jawab atas apa yang dia bawakan.
Jika acara yang dia bawakan tidak mendapat rating yang semestinya, Valentino langsung mengadakan evaluasi lagi dengan timnya.
"Kalo gua udah dikontrak gua whole package. Gua harus lakukan sesuatu untuk program ini," ujar Valentino.
"Gua juga harus cek berapa share-nya, tingginya di mana, kurangnya di mana. Itu gua perhatiin banget sama tim. Gua juga ikut kepikiran kalo (acara) yang gua bawain kok turun ya," imbuhnya.
Valentino sadar, di balik kerja kerasnya ingin membuat pertandingan lebih hidup, itu bisa menjadi bumerang buatnya.
Banyak penonton yang menganggap dirinya lebay, berlebihan, dan berisik. Namun, Valentino memandang hal tersebut lebih kepada selera penonton saja.
"Sebenarnya itu adalah soal taste atau selera orang ya," tutur pria 38 tahun itu.
Pada akhirnya, Valentino meminta maaf jika bahasa yang digunakannya di dalam pertandingan mengganggu telinga beberapa penonton.
"Pada kesempatan ini gua minta maaf kalau itu misalnya mengganggu telinga kalian. Kalu mau melakukan gerakan mute massal silakan karena kalian akan tetap menonton pertandingannya," ujarnya.
"Tetapi jangan 'korbankan' yang masih mau nonton dan denger suara gua juga karena itu jatuhnya menjadi tidak fair," kata Valentino.
"Kalian yang penting nonton pertandingannya karena panggung sebenarnya adalah mereka (tim-tim yang akan bertanding) bukan Valentino Simanjuntak. Panggung sebenarnya adalah pemain, pelatih, klub, dan Menpora itu sendiri," ucap Valentino.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, kritikan terhadap Valentino Simanjuntak sebenarnya berawal dari kicauan Twitter Bali United pada Minggu (11/4/2021).
Bali United meminta kepada Indosiar sebagai pemegang hak siar Piala Menpora 2021 agar laga mereka vs PS Sleman tidak dibawakan secara berlebihan, walau kicauan tersebut akhirnya dihapus.
Hal tersebut kemudian memantik warganet untuk mengkritik gaya bahasa Valentino yang diklaim berisik dan berlebihan dalam membawakan pertandingan.
Kolom komentar Instagram dan Twitter Valentino pun banyak dikirim kritikan, dengan banyak yang mengarah ke caci maki.
Valentino Simanjuntak yang juga sering dipanggil Bung Jebret ini mengaku tidak mempermasalahkan gerakan itu.
Hanya saja, dia tidak terima dengan akun-akun medsos yang melontarkan komentar yang kelewat batas.
Valentino pun mengklaim saat ini bersama kuasa hukumnya melacak sejumlah akun yang dianggapnya melanggar UU ITE.
https://bola.kompas.com/read/2021/04/14/21500088/valentino-jebret-terlalu-mudah-buat-saya-jadi-peter-drury-jon-champion-dan-jim