BANDUNG, KOMPAS.com - Manajemen Persib Bandung tengah merancang sejumlah siasat untuk menstabilkan keuangannya di tengah pandemi virus corona. Pagebluk Covid-19 membuat sejumlah industri mengalami kelesuan, tidak terkecuali industri sepak bola Indonesia.
Terlebih, sejak pertengahan Maret 2020, penyelenggaraan kompetisi ditangguhkan karena pandemi virus corona. Penangguhan kompetisi berakibat pada menurunnya pendapatan klub.
Beberapa cara dan kebijakan pun diambil oleh PSSI selaku federasi sepak bola Indonesia untuk menyelamatkan klub dari krisis keuangan. Salah satunya, dengan kebijakan pemotongan gaji pemain hingga 75 persen.
Kebijakan tersebut diambil agar finansial klub tetap stabil, di tengah penghentian kompetisi. Pasalnya, penghentian kompetisi sangat berdampak pada pemasukan klub. Disisi lain, mereka tetap diwajibkan untuk membayar hak pemain, pelatih, dan staf tim.
Seiring berjalannya waktu, PSSI dan operator kompetisi PT Liga Indonesia Baru (LIB), memutuskan melanjutkan penyelenggaraan kompetisi. Rencananya, kompetisi akan digulirkan kembali pada 1 Oktober 2020.
Kompetisi akan berjalan dengan sejumlah regulasi baru, menyesuaikan dengan protokol kesehatan Covid-19.
Salah satunya, seluruh pertandingan di kompetisi akan digelar dengan format tanpa penonton. Format tersebut juga diterapkan oleh sejumlah negara di Eropa seperti Inggris, Italia, Jerman, hingga Spanyol.
Kabar soal akan berlanjutnya kompetisi tentu menjadi angin segar bagi industri sepak bola Indonesia untuk kembali bergeliat. Akan tetapi, format pertandingan tanpa penonton pun masih terasa memberatkan klub.
Pasalnya, mereka tidak mendapatkan pemasukan dari hasil penjualan tiket pertandingan kandang.
Padahal, penjualan tiket laga kandang merupakan salah satu pendapatan terbesar bagi sejumlah kesebelasan di Indonesia.
Dalam Webinar Series 4 Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) “Experience-Based Economy: Sport as Business and Entertainment”, kata Vice President of Partnership & Activation/Commercial Persib Bandung, Gabriella Witdarmono mengatakan, pihaknya tengah melihat peluang pendapatan dari sejumlah sektor.
"Di luar negeri, pendapatan dari matchday hanya 15 persen. Sisanya dari merchandise, partnership, player transfer, hingga digital. Hal itulah yang ingin dikejar Persib," kata Gabriela, dalam rilis yang diterima Kompas.com.
Dilansir dari Deloite, dalam industri sepak bola, setidaknya ada tiga sumber pendapatan potensial bagi klub; matchday, broadcast, dan commercial.
Matchday adalah pendapatan yang didapatkan klub dari fans melalui penjualan tiket pertandingan.
Adapun broadcast merupakan pemasukan yang didapatkan klub dari hak siar. Sementara commercial merupakan sumber pemasukan yang didapatkan melalui brand atau sponsorship.
Di Eropa, broadcast dan commercial tercatat menjadi sumber pemasukan terbanyak klub. Sementara matchday memberikan kontribusi sebesar 15 hingga 20 persen bagi pemasukan klub.
Melalui data di atas, bisa disimpulkan bahwa memang sudah seharusnya Persib, atau klub lain di Indonesia juga mencoba untuk mengeksploitasi sumber pendapatan mereka di luar penjualan tiket pertandingan. Terlebih, dalam masa pandemi virus corona saat ini.
Hal tersebut juga diamini oleh Helmy Yahya, pebisnis dan mantan Dirut TVRI. Menurut Helmy, Indonesia bisa belajar dari Liga Inggris terkait pengembangan pendapatan melalui hak siar.
Dikatakan Helmy, belasan tahun lalu, TV rate Liga Inggris di bawah Liga Italia. Bagi tim-tim Liga Inggris, hak siar merupakan sumber pendapatan terbesar mereka.
"Namun kini, rating Liga Inggris sama dengan gabungan Liga Spanyol, Italia, Perancis, dan (Liga) Champions. Kenapa jadi mahal dan banyak ditonton? Pemain dan pelatih terbaik ada di sana, mampu bayar, karena penghasilannya tertinggi di dunia nomor 4," tutur Helmy.
Direktur Utama PT LIB, Akhmad Hadian Lukita mengatakan, Indonesia juga memiliki potensi untuk mengembangkan pendapatan dari hak siar atau commercial. Menurutnya, sebuah riset menyatakan, potensi liga setiap tahun mencapai Rp 1,3 triliun. Ia memprediksi angkanya lebih dari itu.
"Industri bola seperti gunung es, yang muncul masih sedikit. Seperti Persib, Persija, Arema, Persebaya. Mereka memiliki brand equity seperti digital media equity, sponsor equity, customer (fans) equity," future Akhmad Lukita.
https://bola.kompas.com/read/2020/07/28/07195768/siasat-persib-untuk-menstabilkan-keuangan-di-tengah-pandemi-covid-19