Berbagai pelanggaran
Kepercayaan penuh pemerintah dan harapan tinggi komunitas sepak bola nasional kepada Edy untuk melakukan perubahan, sebetulnya merupakan sebuah senjata pamungkas dalam menjalankan reformasi di tubuh
PSSI.
Akan tetapi, Edy ternyata, tidak dapat memanfaatkan semua kelebihan tersebut. Satu demi satu pelanggaran justru dilakukan Edy, sejak awal dengan pembentukan pengurus.
Pelanggaran pertama terhadap Statuta FIFA adalah ketika Edy dan Exco membentuk Komite Etik, Komite Banding dan Komite Disiplin.
Seharusnya ketiga komite tersebut dipilih dan dibentuk melalui kongres, sesuai arahan dan perintah Statuta FIFA.
Mengapa demikian, karena ketiga komite tersebut jika dipilih oleh anggota di kongres, maka akan mempunyai kekuatan legalitas dalam bekerja, terutama ketika harus menyidangkan ketua dan anggota Exco.
Contoh, ketika Sepp Blatter tersangkut masalah kasus korupsi, maka Komite Etik yang memang independen di FIFA dengan mudah tanpa intervensi apa pun memeriksa dan kemudian menjatuhkan vonis bersalah kepada Blatter.
Pelanggaran kedua, Edy mengubah status seorang Iwan Budianto yang dipilih oleh kongres sebagai wakil ketua, menjadi staff khusus ketua.
Pelanggaran ketiga, penunjukan operator kompetisi strata tertinggi dipercayakan kepada PT LIB tanpa melalui keputusan kongres. Itu berarti, di Statuta PSSI sampai saat ini, PT Liga Indonesia (LI) masih terdaftar dan sah sebagai operator liga, bukan PT LIB.
Pelanggaran keempat, Edy menunjuk Joko Driyono yang adalah wakil ketua sebagai pelaksana tugas (plt) sekretaris jenderal (Sekjen) menggantikan Ade Welingtong yang mengundurkan diri.
Padahal, dalam Statuta PSSI psl 63 dijelaskan, "Bahwa Sekjen PSSI adalah profesional dan tidak boleh merangkap jabatan".