KOMPAS.com - Piala Dunia 2006 dan 2010 terasa pahit bagi Argentina. Tim ”Tango” tersingkir di perempat final oleh Jerman. Kini, Lionel Messi dan kawan-kawan bertekad membayar kegagalan itu di final Piala Dunia 2014. Mereka mencoba mengulangi kenangan indah di Stadion Azteca, Meksiko, 1986.

Di Meksiko, 1986, Argentina memiliki si fenomenal Diego Maradona. Pemain setinggi 1,65 sentimeter tersebut menginspirasi penampilan tim Tango hingga ke final melawan Jerman Barat. Mereka menundukkan tim ”Panzer” 3-2. Gol penentu kemenangan yang diciptakan Jorge Burruchaga enam menit menjelang laga usai berkat umpan matang Maradona.

Peristiwa bersejarah itu dirayakan masyarakat Argentina dengan turun ke jalan dan berkeliling kota Buenos Aires semalam suntuk. Kehebatan tim asuhan pelatih Carlos Bilardo itu menjadi obrolan warga hingga berhari-hari. Aksi kepahlawanan Maradona bahkan menjadi bahan cerita orangtua kepada anak-anak mereka.

Saat momen itu berlangsung, Messi belum lahir. Namun, ia tahu persis kisah sukses tim Tango 1986 dari cerita sang ayah, Jorge Messi. ”Itu menjadi dongeng sebelum tidur saat saya kecil. Saya bisa membayangkan betapa hebatnya Maradona dan riuhnya suasana sukacita di seluruh negeri,” ujar penyerang Barcelona itu.

Kini, Messi menjalani peran yang sama dengan Maradona dulu. Pemain terbaik dunia empat kali itu menjadi tulang punggung Argentina di Piala Dunia. Ia pun tidak ingin melepaskan kesempatan mengikuti jejak sang idola yang tinggal selangkah lagi.

”Memenangi trofi Piala Dunia adalah cita-cita tertinggi pesepak bola. Itu sesuatu yang saya impikan sejak kecil dan tak pernah hilang sampai saya mendapatkannya. Saya akan melakukan apa pun untuk meraih mimpi itu,” ujar Messi.

Pencapaian Maradona dan kawan-kawan itulah yang mendorong jutaan anak di Argentina menekuni sepak bola. Pelatih tim Tango Alejandro Sabella pun menggunakan cerita indah tersebut untuk membakar motivasi para pemain menjelang final melawan Jerman.

”Kita tinggal selangkah lagi untuk sejajar dengan para legenda yang luar biasa itu. Berjuanglah! Bikin keluarga dan negara kita bangga!” kata Sabella yang eks pemain timnas Argentina pada era 1980-an. Fakta bahwa ini menjadi final pertama dalam 24 tahun terakhir menambah motivasi anak-anak ”La Albiceleste”.

Tak jemawa

Namun, Sabella juga mengingatkan bahwa tim Tango pernah mengecap getirnya kegagalan di final Piala Dunia 1990. Kala itu, mereka takluk 0-1 dari Jerman Barat berkat gol tunggal Andreas Brehme di menit ke-85.

”Itu bukan untuk menakut-nakuti. Namun, itu mesti menjadi pelajaran berharga agar kami tidak lengah dan tetap waspada,” kata Sabella.

Jerman bukanlah lawan yang mudah. Tim asuhan pelatih Joachim Loew itu baru saja memukau dunia saat menggulung Brasil 7-1 di semifinal.

Apalagi, Philipp Lahm dan kawan-kawan dipastikan lebih bugar karena memiliki waktu istirahat satu hari lebih lama. ”Sebaliknya, para pemain kami lelah karena dua kali bermain 120 menit. Namun, dengan kerja keras, keseriusan, dan kerendahan hati, kami akan melakukan apa pun untuk jadi juara,” ujar Sabella.

Bagi Messi, gelar juara dunia bakal melengkapi karier gemilangnya sebagai pesepak bola. Itu juga membantunya terlepas dari bayang-bayang Maradona yang selama ini menjadi ukuran pemain terhebat di mata orang Argentina. (bbc/fifa/dailymail/the guardian/riz)