BELO HORIZONTE, KOMPAS.com — Tim Argentina dan Belanda sama-sama dahaga. ”La Albiceleste”, julukan Argentina, berjuang hampir seperempat abad untuk mencapai final setelah terakhir kali pada 1990. Skuad ”Oranye” lebih sengsara, tiga kali ke final Piala Dunia 1974, 1978, dan 2010, tetapi belum pernah mereguk manisnya menjadi juara dunia. Kini, mereka menjemput mimpi untuk tampil di final, di kuil sepak bola Maracana.

Peluang ke final ada dalam genggaman saat bertemu di semifinal Piala Dunia. Laga di Arena Corinthians, Sao Paulo, Brasil, Rabu (9/7/2014) pukul 17.00 waktu setempat atau Kamis pukul 03.00 WIB, itu membutuhkan lebih dari pengorbanan jiwa dan hati. Pemain harus cerdik memainkan taktik untuk meraih mimpi besar.

”Kami harus bermain sebagai sebuah tim untuk mewujudkan mimpi mencapai final. Kesempatan ini tidak sering datang. Kami harus meraihnya,” ujar gelandang bertahan Argentina, Javier Mascherano, di Sao Paulo, Selasa.

”Kami tahu akan menghadapi tim yang berpengalaman dan sangat lapar setelah menjadi finalis tetapi kalah di Piala Dunia yang lalu,” kata penjaga lini tengah Argentina itu.

Laga melawan Belanda akan lebih berat dibandingkan dengan saat melawan Belgia di perempat final. Belanda memiliki pemain yang sangat matang, cepat, dan berteknik tinggi. Dua gelandang Belanda, Arjen Robben dan Wesley Sneijder, menyuntikkan kombinasi mematikan antara kecepatan serangan balik dan eksekusi bola mati.

Dua pemain tengah senior itu menjadi ancaman besar selain ujung tombak Robin van Persie. Argentina tidak cukup memutus aliran bola ke Van Persie. Mascherano dan Fernando Gago juga harus menutup ruang tembak dua gelandang skuad Belanda itu.

”Kami harus bermain dengan sepenuh hati dan jiwa. Selain itu, kecerdikan menerapkan taktik juga dibutuhkan. Kami tahu akan melawan tim yang sangat cepat dalam menyerang balik, karena itu kami harus waspada,” ujar Mascherano.

Kecerdikan taktik ini menjadi sangat krusial setelah Angel di Maria cedera otot paha. Ini pukulan berat bagi pelatih Argentina Alejandro Sabella karena kehilangan Di Maria berarti kehilangan duet terbaik Lionel Messi. Di Maria menjadi satu-satunya pemain yang mampu mengimbangi kecepatan Messi.

Tanpa Di Maria, beban Messi semakin berat untuk menembus pertahanan solid Belanda yang menerapkan formasi 5-3-2. Jika ketergantungan pada Messi di semifinal sangat besar, Belanda akan fokus memutus aliran bola untuk pemain Barcelona itu.

Kendala ini sedikit teratasi dengan kembalinya bek kiri Marcos Rojo setelah menjalani hukuman akumulasi kartu kuning. Sergio Aguero sudah pulih dari cedera dan sudah berlatih, tetapi belum pasti apakah dia bisa tampil dalam kondisi fit 100 persen. Selama di Brasil, Aguero belum menemukan penampilan terbaiknya seperti di Manchester City.

Harapan lain Argentina adalah Gonzalo Higuain yang mencetak gol pertamanya saat menundukkan Belgia 1-0 di perempat final. Bomber klub Napoli itu lihai dalam penyelesaian sekali sentuhan dalam ruang sempit.

Harus hati-hati

Belanda, yang akan menjalani laga ke-750, juga belum bisa memainkan Nigel de Jong yang cedera otot paha kanan. Namun, ada pemain muda Georginio Wijnaldum yang tampil disiplin saat melawan Kosta Rika di perempat final. Lini pertahanan Belanda harus lebih berhati-hati karena pelanggaran yang mereka lakukan sangat tinggi, yaitu 91 kali dalam lima pertandingan.

Ini sangat berbahaya karena kali ini mereka akan berurusan dengan Messi yang sanggup melewati tiga pemain lawan sekaligus. Ini biasanya memaksa lawan melakukan pelanggaran untuk menghentikan Messi.

Belanda juga perlu menyelesaikan masalah penyelesaian akhir yang buntu selama bermain 120 menit melawan Kosta Rika. Mereka menciptakan 20 tendangan ke gawang, tetapi selalu kandas. ”Melawan Argentina di semifinal bukanlah mimpi kami. Saya tidak memikirkan siapa lawan yang harus kami hadapi. Kami hanya terus menghidupkan mimpi untuk menjalani laga Minggu (final Piala Dunia di Maracana),” ujar Van Persie.