FORTALEZA, KOMPAS.com —Air mata James Rodriguez tumpah di Stadion Castelao, Fortaleza, Brasil, Jumat (4/7/2014). Empati pemain Brasil, David Luiz dan Dani Alves, tidak mampu mengurangi rasa sedih gelandang 23 tahun ini atas tersingkirnya Kolombia, 1-2, dari Brasil pada partai perempat final Piala Dunia 2014.

Nun jauh di kota Envigado, Kolombia, Wilson James Rodriguez senior juga tak kuasa menahan air mata setelah melihat anaknya menangis. Ribuan orang Kolombia ikut menangis. Namun, tangisan itu tidak meninggalkan luka.

Media El Colombiano, Kolombia, memuat tulisan, eliminasi Kolombia jelas merupakan sandungan. Namun, hasil itu tidak menodai prestasi generasi emas kedua yang mampu menembus babak delapan besar piala dunia untuk pertama kalinya.

Rakyat negara penghasil kopi itu sudah menunggu 16 tahun untuk dapat melihat anak negeri bertanding lagi di kancah terbesar sepak bola. Dan, James ”El Nuevo Pibe” (Si Anak Baru) Rodriguez telah membawa mimpi Kolombia melebihi prestasi generasi emas pertama Carlos ”El Pibe (Si Anak)” Valderrama untuk lolos ke babak 16 besar Piala Dunia.

”Saya menangis karena telah memberikan segalanya untuk pertandingan ini. Sayangnya, wasit tidak membantu. Brasil memang tim yang bagus, tetapi kami dapat pergi dengan kepala tegak. Terima kasih Kolombia,” ujar Hames, panggilan akrab James, setelah kekalahan itu.

Tidak hanya James, pelatih Kolombia Jose Pekerman juga mengkritik kinerja wasit yang jauh di bawah standar. Wasit Carlos Velasco Carballo, asal Spanyol, tidak mampu meredam ”keganasan” pemain Brasil yang kerap mengintimidasi secara fisik.

Sebagai tim yang kalah, apa yang disampaikan James dan Pekerman memang tidak berlebihan. Statistik pertandingan mencatat, terjadi 54 pelanggaran dalam pertandingan full body contact yang berlangsung selama 90 menit itu. Brasil memprovokasi pelanggaran sebanyak 31 kali dan dibalas Kolombia sebanyak 23 kali. Jumlah total pelanggaran itu merupakan yang paling banyak selama pertandingan Piala Dunia Brasil.

Artinya, setiap 1,66 menit, Carlos terpaksa meniup peluit untuk mengurai sebuah pelanggaran. Setiap 3 menit, pemain Brasil menciptakan kesalahan. Pelanggaran itu menambah rekor Brasil sebagai ”tim pembuat onar terbanyak” di lapangan dengan 96 pelanggaran dan ganjaran 10 kartu kuning.

Hari itu, James menjadi incaran utama kekasaran pemain Brasil. Setiap 15 menit sekali, dia ditekel, diganjal, didorong, dan dijepit pemain-pemain yang memiliki nama besar. Kinerjanya menjadi sangat merosot dibandingkan dengan kinerja pada pertandingan sebelumnya. Untungnya, dia mendapat kepercayaan menembak hukuman penalti untuk mencatatkan diri sebagai pencetak gol terbanyak, enam gol, sampai saat ini. (Reuters/FIFA.Com/SAH)