Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhir Cerita Orkes Tiki-Taka el Xaviniesta...

Kompas.com - 20/06/2014, 10:00 WIB
Ary Wibowo

Penulis

KOMPAS.com - Terhuyung-huyung, roboh, dan KO! Itulah nasib Spanyol di Piala Dunia 2014 Brasil. Melawan Belanda, mereka memperlihatkan permainan pas-pasan dan skor 1-5-lah yang diperoleh. Menghadapi Cile, mereka seperti tak bernyali sehingga kekalahan 0-2 terasa begitu menyakitkan hati. Hasilnya, mereka tersingkir dan anggapan berakhirnya era tiki-taka pun semakin menjadi-jadi.

Tiki-taka memang tidak bisa dipisahkan dari permainan Spanyol selama enam tahun terakhir. Dua gelar Piala Eropa pada 2008, 2012 serta trofi Piala Dunia 2010 bisa dibilang merupakan hasil kesuksesan tiki-taka. Taktik itu telah mengubah total permainan Spanyol yang dulu dikenal dengan gaya matador dengan ciri khas individual menjadi permainan tim.

Perubahan permainan Spanyol itu tidak lepas dari sejarah olahraga di Negeri Matador itu sendiri. Pada masa kepemimpinan Jenderal Franco, berbagai aspek individualitas amat diutamakan. Oleh karena itu, tak heran mengapa dalam periode berikutnya, Spanyol bisa berjaya dalam olahraga-olahraga individual seperti tenis, balap sepeda hingga formula 1.

Seiring perkembangan waktu, aspek individual itu mulai memudar dan muncullah perubahan ke arah kolektivitas. Spanyol sejak dulu memang sudah dikenal sebagai produsen pemain sepak bola dengan teknik individual mumpuni. Namun, kehebatan individu itu tidak menular pada permainan kolektif yang menawan. Baru ketika Luis Aragones menangani La Furia Roja-lah transformasi itu terjadi.

Dalam diri Aragones berlaku filosofi seperti ini: Menang, menang, menang, dan menang. Namun, ia juga sadar bahwa dalam sepak bola modern untuk mencapai kemenangan itu harus pula dituntut adanya permainan super dari lapangan tengah. Permainan dari para gelandang yang bisa menampilkan sebuah seni romantisme estetika sepak bola.

Tapi, tak hanya dengan seni, gelandang itu juga harus mempunyai disiplin tinggi. Ibaratnya, para gelandang tersebut di bawah Aragones, diharapkan bisa membuat Spanyol seakan memainkan sepak bola Brasil yang lambat, tetapi indah, sekaligus memadukannya dengan kecepatan yang dituntut dalam sepak bola modern.

Dan siapakah pemain-pemain tengah yang bisa melakukan itu? Dialah Xavi Hernandez dan Andres Iniesta. Kedua gelandang itu digembleng oleh Aragones untuk menjadi roh permainan skuad La Furia Roja. Tidak hanya di Spanyol, di Barcelona pun mereka adalah inti dari kesuksesan Blaugrana.

Bersama Xavi dan Iniesta, tiki-taka Spanyol dan Barcelona semakin indah. Xavi adalah pemain elegan di dalam lapangan. Matanya selalu tajam menguasai lapangan karena selalu tahu ke mana bola harus diarahkan. Pun halnya dengan Iniesta yang jago menguasai dan mengontrol bola saat melakukan passing pendek dengan cermat dan tepat.

Bahkan, mereka berdua kerap bermain sampai seakan terkesan tak ingin membuat gol. Kalau gol terjadi, itu kiranya adalah buah dari permainan indah mereka. Karena itulah muncul istilah el Xaviniesta. Begitulah makna saling melengkapi antara kedua pemain itu jika sudah bersenang-senang di dalam lapangan.

Xavi dan Iniesta pun akhirnya selalu menjadi pilihan utama meski Spanyol sudah berganti di bawah kepemimpinan Vicente Del Bosque. Pun halnya di Barcelona, setelah Pep Guardiola memutuskan hengkang dari Camp Nou.

Namun, jangan lupa, dalam sepak bola ada batas-batas tertentu yang harus diubah seiring memudarnya era emas para pemain. Begitulah yang terjadi dengan era el Xaviniesta. Xavi kini berusia 34 tahun dan Iniesta sudah memasuki usia kepala tiga. Di level klub dan timnas, kedua pemain itu juga mulai terpisahkan satu sama lain dalam beberapa bulan terakhir.

Di Barcelona, misalnya, Tata Martino lebih sering mencadangkan Xavi karena menilai performa dia sudah menurun. Keputusan itu membuat Iniesta seperti kehilangan sejolinya di lapangan tengah. Cecs Fabregas, atau pun Sergi Roberto dinilai belum bisa menyamai level milik Xavi.

Alhasil, Barcelona kini seakan kehilangan identitasnya. Aliran bola tiki-taka mereka macet jika diperagakan di lapangan. Lionel Messi mulai meredup karena tidak ada lagi sokongan bola dari kaki Xavi dan Iniesta. Era kejayaan emas Barcelona pun dianggap mulai runtuh karena pada musim lalu sama sekali gagal meraih gelar satu pun.

Contoh lain kuatnya pengaruh el Xaviniesta terhadap roh tiki-taka bisa dilihat dari permainan Bayern Muenchen di bawah asuhan Guardiola. Mereka memang mempunyai pemain sekelas Arjen Robben dan Franck Ribery. Namun, jika ingin menerapkan tiki-taka di skuad Die Rotten, Pep bisa jadi keliru, karena di lini tengah mereka tidak mempunyai maestro seperti Xavi dan Iniesta.

Alhasil, permainan Bayern ibarat sayur tanpa garam. Kecepatan Robben dan Ribery di sisi sayap lapangan tidak diimbangi dengan aliran bola dari lini tengah. Begitu bertemu dengan tim yang mengandalkan serangan balik dan sistem organisasi pertahanan yang rapat, organisasi permainan mereka justru menjadi berantakan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gareth Southgate Putar Otak Tetapkan 26 Pemain untuk Euro 2024

Gareth Southgate Putar Otak Tetapkan 26 Pemain untuk Euro 2024

Internasional
Kata Huistra Usai Borneo FC Gagal Juara Championship Series Liga 1

Kata Huistra Usai Borneo FC Gagal Juara Championship Series Liga 1

Liga Indonesia
Daftar 21 Atlet Indonesia yang Lolos Olimpiade Paris 2024, Terbaru Nurul Akmal

Daftar 21 Atlet Indonesia yang Lolos Olimpiade Paris 2024, Terbaru Nurul Akmal

Sports
Kata Ronaldo Usai Pecah Rekor Gol Terbanyak di Liga Arab Saudi

Kata Ronaldo Usai Pecah Rekor Gol Terbanyak di Liga Arab Saudi

Liga Inggris
Jadwal Indonesia Open 2024, Dua Laga Sesama Wakil Merah Putih

Jadwal Indonesia Open 2024, Dua Laga Sesama Wakil Merah Putih

Badminton
Pemain dengan Gelar Juara Terbanyak di Persib: Igbonefo, Jupe, lalu...

Pemain dengan Gelar Juara Terbanyak di Persib: Igbonefo, Jupe, lalu...

Liga Indonesia
Inggris Bekuk Bosnia-Herzegovina, Southgate Puji Alexander-Arnold dan Palmer

Inggris Bekuk Bosnia-Herzegovina, Southgate Puji Alexander-Arnold dan Palmer

Internasional
Kylian Mbappe Resmi ke Real Madrid, Mimpi Jadi Kenyataan

Kylian Mbappe Resmi ke Real Madrid, Mimpi Jadi Kenyataan

Liga Spanyol
Hasil Inggris Vs Bosnia-Herzegovina, The Three Lions Menang 3-0

Hasil Inggris Vs Bosnia-Herzegovina, The Three Lions Menang 3-0

Internasional
Jorge Martin Gabung Aprilia, Marquez Mendekat ke Ducati untuk MotoGP 2025

Jorge Martin Gabung Aprilia, Marquez Mendekat ke Ducati untuk MotoGP 2025

Motogp
Chelsea Resmi Umumkan Enzo Maresca sebagai Pelatih

Chelsea Resmi Umumkan Enzo Maresca sebagai Pelatih

Liga Inggris
Proses Naturalisasi Calvin Verdonk-Jens Raven Disetujui DPR RI

Proses Naturalisasi Calvin Verdonk-Jens Raven Disetujui DPR RI

Timnas Indonesia
Qarrar Firhand Finis Ke-13 Usai Lewati 12 Pebalap di Champions of the Future

Qarrar Firhand Finis Ke-13 Usai Lewati 12 Pebalap di Champions of the Future

Olahraga
Daftar Pemain Timnas U20 Indonesia di Turnamen Toulon 2024, Indra Sjafri Panggil 26 Nama

Daftar Pemain Timnas U20 Indonesia di Turnamen Toulon 2024, Indra Sjafri Panggil 26 Nama

Timnas Indonesia
Nurul Akmal Atlet Ke-21 Indonesia yang Lolos ke Olimpiade 2024

Nurul Akmal Atlet Ke-21 Indonesia yang Lolos ke Olimpiade 2024

Olahraga
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com