KOMPAS.com - Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan seusai laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022), menjadi tragedi terburuk dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Bagaimana tidak, Tragedi Kanjuruhan mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia bukan karena bencana alam atau teror bom melainkan setelah menyaksikan pertandingan sepak bola.
Pihak RS Syaiful Anwar sudah menyatakan bahwa penyebab kematian korban rata-rata adalah adanya trauma di bagian kepala dan dada akibat benturan setelah terinjak, terjatuh atau berdesakan.
Insiden penonton terinjak, terjatuh, dan berdesakan itu tidak lepas dari keputusan pihak kepolisian menembakkan gas air mata ke arah lapangan dan tribune.
Baca juga: Kesaksian Pemain Persebaya soal Tragedi Kanjuruhan: 5 Menit ke Ruang Ganti Lalu Masuk Barracuda
Tidak sedikit yang harus mengalami pengalaman pahit menyaksikan langsung seseorang meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan.
Striker asing Arema FC, Abel Camara, mengaku harus melihat tujuh sampai delapan orang meninggal dunia di ruang ganti Stadion Kanjuruhan.
Devandra Abi Prasetyo, seorang suporter yang hadir di Stadion Kanjuruhan menjadi saksi bagaimana banyak orang berteriak meminta pertolongan tidak lama setelah asap gas air mata mulai menyelimuti tribun.
Adapun Ali Rifki selaku manajer Arema FC mengaku melihat bagaimana orang yang awalnya masih hidup setelah mendapat pertolongan kemudian meninggal dunia di ruang ganti pemain.
Menurut Abel Camara, tensi pertandingan Arema FC vs Persebaya sudah terasa sejak sepekan sebelum kickoff pukul 20.00 WIB.
Hal itu tidak lepas dari sejarah rivalitas panjang antara Arema FC dan Persebaya.
"Ini adalah derbi lama. Selama seminggu sudah terasa di seluruh kota (Malang) bahwa pertandingan ini bernilai lebih dari tiga poin," kata Abel Camara dikutip dari media Portugal, Mais Futebol.
"Mereka mengatakan bahwa ini pertandingan hidup mati. Kami boleh kalah di setiap pertandingan kecuali laga ini (Derbi Jawa Timur)," ucap striker kelahiran Guinea-Bissau itu menambahkan.
Baca juga: Kerusuhan Kanjuruhan adalah Tragedi Bangsa, Siapa yang Harus Tanggung Jawab?
Lebih lanjut, Abel Camara menjelaskan situasi mencekam yang terjadi di ruang ganti pemain Arema FC setelah kerusuhan pecah di Stadion Kanjuruhan.
Striker berusia 32 tahun itu mengaku melihat tujuh sampai delapan orang meninggal dunia di ruang ganti pemain Stadion Kanjuruhan.
"Setelah laga, kami pergi menemui suporter untuk meminta maaf. Mereka kemudian mulai memanjat pagar dan kami pergi ke ruang ganti," kata Abel Camara.