KOMPAS.com - Penggunaan gas air mata dalam tragedi kerusuhan seusai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, melahirkan banyak pertanyaan dan kritik.
Pasalnya, FIFA selaku induk sepak bola dunia memiliki aturan yang melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Aturan itu tertuang dalam regulasi FIFA terkait pengamaman dan keamanan stadion atau FIFA Stadium Safety and Security Regulations, tepatnya pasal 19 poin b.
"No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," demikian bunyi aturan tersebut.
Baca juga: Arema FC vs Persebaya Surabaya, Kericuhan di Stadion Kanjuruhan
Publik sepak bola tanah air yang menyadari adanya aturan tersebut kemudian mulai mempertanyakan penggunaan gas air mata dalam tragedi kericuhan di Stadion Kanjuruhan.
Hal itu terlihat dari pembicaraan yang terjadi di media sosial.
Ketika dimintai keterangan, pihak kepolisian menjelaskan bahwa pihaknya terpaksa menggunakan gas air mata untuk mengurai keramaian oknum suporter Arema FC yang turun ke lapangan seusai laga kontra Persebaya Surabaya.
Adapun laga Arema FC vs Persebaya Surabaya yang digelar di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam WIB itu berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan tim tamu.
Baca juga: Rekor 23 Tahun Arema Patah, Aremania Turun ke Lapangan Usai Laga
Gelombang suporter Arema FC yang masuk ke lapangan sejatinya sudah dihalau oleh jajaran keamanan.
Namun, gelombang suporter yang dinaungi kekecewaan seusai tim kesayangannya kalah terus mengalir sehingga jajaran keamanan menembakkan gas air mata.
"Mereka (suporter) turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah," kata Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Minggu (2/10/2022) pagi.
"Terpaksa jajaran keamanan menembakkan gas air mata," ujar Nico Afinta.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Arema, Polisi Buka Suara soal Tembakkan Gas Air Mata
Ketua Save Our Soccer, Akmal Marhali, menjadi salah satu pihak yang menyoroti penggunaan gas air mata dalam tragedi kericuhan Kanjuruhan.
Dia pun menggunakan regulasi FIFA terkait pengamaman dan keamanan stadion sebagai dasar argumen.
Akmal Marhali mengatakan kepada KOMPAS.com bahwa tragedi di Stadion Kanjuruhan yang memakan korban jiwa hingga lebih dari 120 orang itu terjadi karena beberapa hal.