KOMPAS.com - Barcelona dinilai harus berpikir ulang untuk membawa pulang Neymar ke Stadion Camp Nou dari Paris Saint-Germain (PSG).
Hal itu diungkap legenda Bayern Muenchen asal Brasil, Giovane Elber.
Elber menilai Barcelona seharusnya tidak lagi berniat membawa pulang Neymar seperti yang sering diberitakan media.
Pasalnya, keputusan Neymar pindah ke PSG pada 2017 secara tidak langsung telah merendahkan reputasi Barcelona.
Baca juga: Berita Transfer, Liverpool Incar New Neymar
"Neymar saat itu memilih meninggalkan Barcelona dengan alasan ingin menjadi pemain terbaik dunia," kata Elber dikutip dari situs Goal, Senin (18/5/2020).
"Menurut saya, Neymar telah memperlakukan Barcelona dengan cara yang sangat buruk. Sejak pindah ke PSG, Neymar tidak lagi berpeluang kembali ke Barcelona," tutur Elber.
"Di sisi lain, Barcelona seharusnya juga tidak perlu membeli Neymar lagi," ujar Elber menambahkan.
Baca juga: Gelandang PSG Tegaskan Neymar Tak Akan Pulang ke Barcelona
Lebih lanjut, Elber menilai Neymar telah merusak kariernya sendiri karena meninggalkan tim sekelas Barcelona.
Elber memprediksi mimpi Neymar menjadi pemain terbaik dunia tidak akan terwujud selama masih membela PSG.
"Saya yakin PSG tidak akan bisa bersaing di Liga Champions paling tidak selama tiga atau empat tahun ke depan," ujar Elber.
"Untuk menjadi pemain terbaik dunia, Anda harus membela tim yang berpeluang besar menjadi juar Liga Champions, seperti Real Madrid atau Barcelona," tutur Elber.
Meski sudah hampir tiga tahun di PSG, Neymar masih sering diberitakan akan segera kembali ke Barcelona.
Rumor ini terus terjaga dalam dua tahun terakhir karena banyak pernyataan dari orang terdekat Neymar dan juga petinggi maupun pemain Barcelona.
Harga terlampau tinggi disebut menjadi batu sandungan Barcelona merekrut Neymar yang hingga saat ini masih berstatus pemain termahal sejagat.
Baca juga: Neymar Cocok di Barcelona karena Punya Kualitas Selevel Ronaldinho
Menurut situs web Transfermarkt, harga pasar Neymar masih berada di angka 160 juta euro atau setara Rp 2,46 triliun.