KOMPAS.com - Asosiasi Pesepak Bola Profesional (PFA) mengungkapkan ada ratusan pemain yang telah menghubungi mereka untuk mendapatkan bantuan kesehatan mental dalam dua pekan terakhir.
PFA juga menjelaskan kekhawatirannya soal tindakan para pemain tersebut sebagai dampak psikologis dari isolasi yang dilakukan mereka di tengah masa pandemi virus corona.
The Telegraph melaporkan ada 258 pemain, baik dulu maupun sekarang, telah menghubungi PFA untuk mendapatkan bantuan.
Para pemain meminta bantuan sejak PFA mengeluarkan survei kesehatan mental soal berbagai masalah, mulai dari depresi, melukai diri sendiri, alkohol, hingga penyalahgunaan judi.
Laporan tersebut mengklaim dari 258 orang yang telah menyelesaikan dan mengembalikan survei soal kesejahteraan pemain, total ada 64 orang yang saat ini bermain di empat divisi teratas meliputi Premier League, Championship, League One, dan League Two, termasuk Woman's Super League.
Baca juga: FIFPro: Pesepak Bola yang Alami Gejala Depresi Meningkat
Bahkan, 13 kasus dilabelkan berisiko tinggi dan hanya satu yang diduga tidak berhubungan dengan pemain saat ini.
Hal itu diketahui setelah mereka menunjukkan gejala depresi atau kekhawatiran melukai diri sendiri.
Laporan ini muncul setelah Direktur Kesejahteraan PFA, Michael Bennett, mengungkapkan ada 299 pemain yang mengakses kuesioner untuk meminta bantuan selama kuartal pertama tahun ini.
Kuesioner tersebut telah dikirim ke 91 klub profesional dan WSL (Woman's Super League) bersama e-brosur Covid-19 dengan harapan bakal ada lebih banyak pemain yang terbuka akan perasaan dan pengalaman mereka selama masa lockdown.
PFA menilai, ada kekhawatiran terhadap kesehatan mental para pesepak bola tentang dampak isolasi seperti kebosanan dan merasa terasingkan karena terbiasa dengan lingkungan kompetitif saat kompetisi berjalan normal.
Selain itu, muncul juga kekhawatiran situasi bisa lebih parah karena masalah keluarga atau uang, terutama bagi para pemain di kasta bawah yang upahnya dipotong selama masa pandemi.
"Ada pemain di luar sana yang benar-benar berjuang secara emosional dan itu nyata. Anda memiliki rutinitas yang terstruktur sebelum adanya lockdown," kata Michael Bennett dikutip dari The Telegraph.
"Pasti ada kekhawatiran pada diri mereka kapan kompetisi dilanjutkan, apa yang akan terjadi dengan kontrak dan finansial mereka."
"Ada klub yang pemain dan stafnya dirumahkan, ditambah lagi terjebak di rumah, terus-menerus memikirkan hal yang sama tentang kekhawatiran mereka."
"Tidak bisa bermain, berlatih, dan melihat rekan satu tim, itu tidak sehat," tuturnya melanjutkan.