Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aloysius Gonsaga AE
Soccer Assistant Editor

ASISTEN EDITOR BOLA

Rahasia Kesuksesan dan Meneropong Masa Depan Zidane di Real Madrid

Kompas.com - 15/06/2017, 10:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorEris Eka Jaya
KOMPAS.com - Tak ada darah olahragawan di dalam diri Zinedine Zidane karena dia lahir dari keluarga yang hidupnya biasa-biasa saja di wilayah La Castellane, pinggiran utara Marseille.
 
Namun, siapa sangka, dari sanalah muncul seorang bintang besar yang kini menjadi legenda klub elite dunia, Real Madrid!
 
Ya, Zidane berhak menyandang predikat legenda setelah dia menuai prestasi besar bersama Madrid. Sebab, pria berkepala plontos berusia 44 tahun ini bersinar tidak hanya saat masih bermain, tetapi juga berlanjut ketika berstatus pelatih. Dua trofi Liga Champions yang dipersembahkan dalam dua musim terakhir menjadi bukti.
 
Pemilik nama asli Zinedine Yazid Zidane ini adalah seorang keturunan Aljazair. Orangtuanya, Smail dan Malika, berimigrasi ke Paris dari Desa Aguemoune di utara Aljazair pada tahun 1953, sebelum dimulainya perang Aljazair.
 
Mereka menetap di distrik utara Barbes and Saint-Denis, sebelum pindah ke La Castellane, yang merupakan tempat kelahiran Zidane pada 23 Juni 1972.
 
Ayah Zidane bekerja sebagai penjaga gudang dan penjaga malam di sebuah department store, sedangkan ibunya hanya bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga.
 
Meskipun demikian, kehidupan mereka terbilang cukup nyaman menurut standar di Marseille, yang tingkat kejahatan dan penganggurannya tinggi.
 
 
Dari wilayah itu pula, Zidane mulai mengenal sepak bola. Pada usia lima tahun, dia bersama anak-anak tetangga bermain di Place Tartane, sebuah plaza yang berfungsi sebagai alun-alun utama di kompleks perumahan.
 
Ternyata, Zidane memiliki bakat yang hebat. Perjalanan kariernya terus meningkat karena setelah bermain untuk klub lokal, dia direkrut Cannes, kemudian pindah ke Bordeaux pada 1992.
 
Namanya kian beken setelah meraih penghargaan Ligue 1 Player of the Year pada 1996, sebelum pindah ke Juventus pada tahun tersebut.
 
Di Italia, karier Zidane bersinar cemerlang. Gaya bermainnya nan elegan dan penuh skill membuat semua orang berdecak kagum.
"Dia pemain yang spesial. Dia bisa membuat ruang di tempat yang sulit. Tak masalah di mana dia mendapatkan bola atau bagaimana bola datang kepadanya karena dia bisa keluar dari masalah. Imajinasi dan tekniknya menakjubkan," demikian pujian yang dilayangkan rekan setimnya di Juventus, Edgar Davids.
 
Raihan dua gelar Serie A (1996-1997, 1997-1998) serta Piala Super Eropa 1996 dan beberapa trofi lainnya membuat Real Madrid tak ragu menggelontorkan 77,5 juta euro (sekitar Rp 1,152 triliun).
 
Status pemain termahal di dunia pun menjadi milik Zidane, yang datang setelah sepakat menandatangani kontrak empat tahun.
 
Madrid tidak salah pilih. Gelontoran dana nan fantastis pada saat itu dibayar lunas Zidane dengan persembahan gelar Liga Champions 2002, setelah dia mencetak gol spektakuler ke gawang Bayer Leverkusen.
 
Gol tendangan voli dengan kaki kiri Zidane itu membuat Madrid menang 2-1 dan gol tersebut termasuk yang terhebat dalam sejarah Liga Champions.
 
Setahun berselang, Zidane, yang kala itu berkolaborasi dengan Luis Figo di lini tengah, membawa Madrid juara La Liga. Gelar itu makin sempurna karena Zidane terpilih sebagai Pemain Terbaik Dunia untuk ketiga kalinya.
Zidane, yang membawa negaranya menjadi juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000, memutuskan pensiun pada tahun 2006 setelah mereka kalah di final Piala Dunia melawan Italia.
 
Pertandingan ini juga dinodai aksi headbutt alias menanduk dada Marco Materazzi yang membuatnya diganjar kartu merah pada menit ke-110. Perancis akhirnya kalah adu penalti 3-5.
 
Pembuat sejarah dan menjadi legenda Madrid
 
Setelah pensiun, Zidane masih terus bermain untuk tim veteran Real Madrid hingga kemudian pada 1 Juni 2009 ditunjuk menjadi penasihat presiden, ketika Florentino Perez untuk kedua kalinya menduduki jabatan tersebut.
 
Bersama dengan Direktur Umum Jorge Valdano dan Direktur Olahraga Miguel Pardeza, Zidane termasuk pembuat keputusan kunci dalam bidang olahraga untuk Los Blancos.
 
Sempat menjadi direktur olahraga pada 2011, Zidane mencoba peruntungannya sebagai pelatih. Dia mengawali kariernya itu sebagai asisten Carlo Ancelotti pada 2013 yang langsung ditandai dengan keberhasilan meraih gelar ke-10 Liga Champions pada akhir 2013-2014.
 
Awal yang bagus karena momen itu juga menjadi akhir dahaga Madrid setelah menunggu 12 tahun untuk kembali meraih trofi berkuping lebar tersebut.
 
Uniknya, Zidane adalah pemain terakhir yang merasakan gelar itu dan kini dia yang mempersembahkannya dalam kesempatan pertama sebagai (asisten) pelatih.
 
Tak perlu waktu lama bagi Zidane menambah trofi dalam lemari prestasinya sebagai pelatih "ingusan". Hampir dua tahun dipercaya menjadi pelatih Real Madrid Castilla, Zidane naik jabatan sebagai pelatih tim utama Los Blancos seiring pemecatan Rafael Benitez pada Januari 2016.
 
FILIPPO MONTEFORTE/AFP Pelatih Real Madrid, Zinedine Zidane, mengangkat trofi Liga Champions di Stadion San Siro, Milan, pada Sabtu (28/5/2016).
Debutnya menjadi nakhoda bagi Cristiano Ronaldo dkk diakhiri dengan kesuksesan menjadi juara Liga Champions untuk ke-11 kalinya. Pada partai final, Madrid menang adu penalti melawan rival sekota, Atletico Madrid.
 
Pada tahun kedua sebagai pelatih kepala, Zidane melanjutkan kinerja yang sangat ciamik. Meskipun Madrid gagal menjadi juara Copa del Rey, pada musim 2016-2017, mereka bisa mengawinkan gelar La Liga dan Liga Champions. Sejarah ini terulang kembali setelah terakhir kali Madrid melakukan hal serupa pada 1958.
 
Rangkaian sejarah menjadi penghias kesuksesan Zidane. Dia termasuk hanya dua pelatih yang sukses merengkuh gelar Piala Eropa dalam dua musim pertamanya di manajemen setelah pelatih Madrid terdahulu, Jose Villalonga (1955-56, 1956-57), kemudian Madrid menjadi tim pertama yang bisa mempertahankan gelar sejak kompetisi ini berubah nama menjadi Liga Champions pada 1992.
 
Wajar bila Florentino Perez langsung mengumbar janji untuk Zidane. Sang presiden mengatakan bahwa pria dengan sapaan Zizou ini boleh tinggal di Real Madrid seumur hidup.
 
"Zidane bisa tinggal di Real Madrid selama sisa hidupnya. Setiap penggemar Real Madrid sangat berterima kasih kepadanya, dia mengangkat level bakat kami ketika dia datang pada 2001 dan merupakan pemain terbaik di dunia," ujar Perez kepada stasiun radio Casena Ser setelah Madrid menumbangkan Juventus 4-1 pada final Liga Champins 2017 di Cardiff, Sabtu (3/6/2017).
 
"Sekarang dia pelatih terbaik di dunia. Dia sudah menjadi pelatih kami selama 17 bulan, tetapi sudah melakukan segalanya," ucapnya.
 
Rahasia kesuksesan
 
Skuad Madrid tak mengalami perubahan besar selama dibesut Zidane. Dia hanya melatih pemain-pemain warisan beberapa juru taktik pendahulu, dimulai dari Jose Mourinho, Ancelotti, hingga Benitez.
 
Nyatanya, Zidane menjadi pelatih yang paling sukses karena baru dua musim berada di balik kemudi tim, dia sudah mempersembahkan total lima trofi. Selain dua gelar Liga Champions dan satu La Liga, Zidane membawa Madrid memenangi Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antarklub pada 2016.
 
 
Tentu saja ada rahasia di balik kesuksesan sang entrenador. Bukan cuma karisma yang melekat di dalam dirinya, melainkan cara dan pendekatannya membuat kondisi tim tetap solid di tengah perjuangan mereka mengarungi duel yang banyak dan berat.
 
Penyerang muda Madrid, Lucas Vazquez, mengklaim Zidane berani memberikan kesempatan kepada semua pemain untuk bersinar. Tak heran, setiap pemain berusaha memberikan yang terbaik untuk menjawab kepercayaan pelatih dalam melakukan rotasi.
 
"Ini (rotasi) adalah bagian kecil dari kesuksesan kami pada musim ini. Dengan demikian, kami bisa mencapai pertandingan penting seperti final Liga Champions dengan kondisi bugar seperti pada awal musim," ujar pemain 25 tahun ini setelah Madrid juara Liga Champions.
 
"Ini membuat kami bisa berkompetisi dengan baik dalam dua kompetisi, La Liga dan Liga Champions, serta memberikan kami kesempatan bagus untuk memenanginya. Dari awal musim, dia mengatakan kepada kami tentang ide itu dan apa peranan setiap pemain di dalam tim. Dia memberikan kepercayaan. Dia memberikan kami semua kesempatan dan waktu bermain. Itu membuat sebuah grup sukses," tambah Vazquez.
 
Legenda hidup Madrid, Raul Gonzalez, juga memberikan pujian.
 
"Saya mengucapkan selamat kepada Zizou karena kemampuannya mengelola skuad. Mereka harus tetap bekerja dan berjuang keras untuk memberikan sukacita kepada Madridistas. Saya pikir ini adalah skuad terbaik dalam sejarah Madrid, tetapi kehadiran Zidane terasa sangat penting," ujarnya.
 
"Menjaga pemain selama 24 jam hampir tidak mungkin dan dia berhasil melakukannya. Dia layak mendapatkan kredit yang luar biasa," ucapnya.
 
Bebas dari pemecatan?
 
Perez sudah menjamin keberadaan Zidane di Santiago Bernabeu setelah mereka membuat double winner pada musim yang baru lalu. Sebuah jaminan pria 44 tahun ini bebas dari pemecatan?
 
Tunggu dulu! Zidane telah memberikan standar yang sangat tinggi untuk dirinya sendiri karena dalam dua musim perdananya dia langsung mempersembahkan lima gelar. Sebuah prestasi langka bagi pembesut Si Putih, yang memang merasa "hina" jika melewatkan sebuah musim tanpa gelar.
 
Dengan demikian, Zidane telah meletakkan beban berat di pundaknya sendiri lantaran dia harus rajin mempersembahkan gelar setiap musim. Bukan mustahil surat pemecatan akan datang ke meja kerjanya apabila Madrid nirgelar pada musim-musim mendatang.
 
Tanyakan saja pengalaman ini kepada Vicente del Bosque, yang tergolong pelatih sukses di Bernabeu. Pelatih 66 tahun ini pernah mendapatkan tiga kesempatan berada di balik kemudi Los Blancos dengan prestasi delapan gelar bergengsi, termasuk dua trofi La Liga dan dua Liga Champions.
 
AFP PHOTO / LLUIS GENE Pelatih tim nasional Spanyol, Vicente del Bosque.
Namun, pada kesempatan ketiga (1999-2003) yang merupakan musim tersuksesnya karena Madrid juara La Liga (2000-2001, 2002-2003) dan Liga Champions (2000, 2002), Del Bosque justru dilengserkan. 
 
Tragisnya, keputusan "memecat" Del Bosque ini datang hanya sehari setelah mereka merengkuh gelar ke-29 La Liga, lantaran Madrid gagal menjadi juara Liga Champions setelah disingkirkan Juventus dengan agregat 3-4 pada babak semifinal.
 
Kala itu, Del Bosque diberikan tawaran menjadi direktur teknik, tetapi dia menolaknya. Kabar yang beredar menyebutkan bahwa Del Bosque menjadi korban kebijakan politik di dalam tubuh klub tersebut.
 
Jika Perez terpilih kembali dalam pemilihan presiden Real Madrid pada musim panas ini, masa depan Zidane cerah (jika memegang janjinya). Namun, sikap ini bisa berubah kapan saja bila Madrid gagal. Jadi, hanya gelar juara yang bisa membuat Zidane langgeng.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com