KOMPAS.com - Benteng terakhir pengawas olahraga profesional itu akhirnya bobol juga. Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) tidak berdaya menghadapi sepak terjang PSSI.
Sebagai badan pengawas olahraga profesional dan kepanjangan tangan pemerintah, BOPI dibuat tidak berdaya dan peranannya menjadi kerdil serta mandul ketika harus berhadapan, untuk kesekian kalinya, dengan PSSI serta turunannya.
Kamis, 13 April 2017, BOPI mengeluarkan rekomendari bagi PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk mendapatkan perizinan pertandingan dari kepolisian RI.
Dengan rekomendasi tersebut, PT LIB selaku operator kompetisi profesional strata tertinggi Liga 1 dapat memutar dan menyelenggarakan semua pertandingan, jumlahnya sekitar 360 dalam semusim.
Akhirnya PT LIB Resmi menerima surat rekomendasi penyelenggaraan Liga1 dari BOPI#GoJekTravelokaLiga1
— #GoJekTravelokaLiga1 (@Liga1Indonesia) April 13, 2017
Sekjen BOPI, Heru Nugroho, dalam penjelasannya kepada saya mengatakan, antara BOPI dan PSSI ada kesepakatan bahwa BOPI tidak boleh menyentuh/memverifikasi masalah administrasi yang berhubungan dengan hukum olahraga.
Aspek ini biarlah menjadi bagian PSSI. BOPI cukup memverifikasi bagian yang berhubungan dengan hukum negara/profesional.
"Karena adanya kesepatakatan tersebut, maka untuk beberapa hal kami tidak bisa menyentuh lebih dalam aspek keolahragaannya," kata Heru.
Meski demikian, Heru tidak menjelaskan apakah kesepakatan tersebut tertuang dalam sebuah MoU, dan juga kedua pihak memiliki regulasi masing-masing tentang aspek hukum olahraga dan hukum negara sebagai landasan untuk melukan fungsi dan tugas masing-masing.
Kini, tugas BOPI tidak lebih dari sebagai tukang stempel untuk kepentingan olahraga profesional, dalam hal ini PSSI dan PT LIB.
Akal-akalan PSSI
Dalam konteks pembagian wewenang dan fungsi di atas, jelas terlihat sebagai akal-akalan PSSI untuk lepas dari kesalahan yang secara sengaja dan terstruktur mereka lakukan.
Mereka menolak BOPI terlibat dalam memverifikasi bagian-bagian yang termasuk dalam hukum/regulasi olahraga - tanpa menjelaskan yang seperti apa itu hukum olahraga.
Sebaliknya, dengan leluasa dan tanpa ada yang bisa mengawasi dan menegur, mereka kini melanggar semua regulasi yang selama ini menjadi perisai menghadapi serangan dari luar.
Statuta FIFA sebagai hukum tertinggi sepak bola lebih dulu dilanggar. Kini, Statuta PSSI yang dibuat sendiri sebagai pedoman kerja, diabaikan demi mewujudkan ambisi sebagian oknum dan kelompok di PSSI.
Dalam tulisan sebelumnya, sudah saya jelaskan tentang pelanggaran-pelanggaran Statuta FIFA, misalnya pembentukan Komite Etik, Banding dan Disiplin tanpa lewat kongres. Penghapusan posisi wakil ketua dua dan digantikan dengan/sebagai staff khusus.
Baca selengkapnya: Edy Belum Sukses Mereformasi Sepak Bola
Kini, demi berputarnya kompetisi profesional, PSSI menutup mata atas semua pelanggaran yang sengaja dan sadar mereka lakukan, padahal jelas-jelas melanggar Statuta PSSI.
Dalam kongres di Ancol, November 2016, tidak ada agenda pembahasan tentang masuknya empat klub baru (PS TNI, PS Madura United, PS Bhayangkara United dan PS Bali United) dalam strata tertinggi Super Liga.
Kemudian dalam kongres di Bandung, Februari 2017, juga tidak ada pembahasan dan keputusan tentang kehadiran dan diterimanya empat klub tersebut. Yang ada hanya disebutkan bahwa peserta kompetisi Liga Super adalah 18 klub hasil kompetisi terakhir periode 2014-2015.
Dengan demikian sampai saat ini, formasi susunan 18 klub Super Liga dengan rujukan kompetisi periode 2014-2015 yang masih sah dan legal sebagai peserta kompetisi strata tertinggi yang sudah berubah nama menjadi Liga 1.
Pertanyaannya, dari mana muncul keempat klub di atas? Padahal, untuk mencapai posisi strata tertinggi, sebuah klub harus memulai dari kompetisi terendah, Divisi 3.
Istilah pendidikannya, masuk dulu SD, SMP, SMA baru kemudian ada di universitas. Bukan, sebaliknya seorang murid SD langsung duduk di universitas tanpa melewati jenjang SMP dan SMA.
Kembali ke komitmen BOPI-PSSI di atas, apakah ini yang dimaksud oleh PSSI dengan hukum olahraga (baca sepak bola) yang mereka pakai?
Di statuta mana dan peraturan organisasi (PO) mana yang tertulis seperti itu? Bahwa tanpa proses kompetisi berjenjang dari bawah, sebuah klub yang baru terdaftar dengan nama PT baru, bisa langsung masuk strata tertinggi?
Kalau memang empat klub tersebut mau menjadi anggota baru PSSI dan mendaftar dengan PT baru, maka silakan memulai kompetisi dari jenjang paling rendah. Akan tetapi, kalau mau langsung berada di kasta tertinggi, maka lakukan dan ikutilah regulasi yang berlaku.
Katakanlah, keempat klub itu mengakuisisi klub lama sehingga mereka pantas berada di strata tertinggi. Jika demikian, akuisisinya harus sesuai regulasi pula.
Paling tidak, mereka membeli PT lama yang sudah terdaftar dan terakreditasi di PSSI sebagai anggota. Sehingga kehadirannya di strata tertinggi menjadi legal.
"Dari verifikasi data-data yang kami terima dari PT LIB dan PSSI, keempat klub itu telah memakai PT baru," demikian penjelasan Heru Nugroho.
PSSI menolak BOPI mengintervensi hukum/peraturan olahraga dalam verifikasi, tetapi PSSI justru dengan seenaknya melanggar peraturan olahraga/sepak bola yang mereka buat sendiri.
Hal yang sama berlaku bagi PT LIB. Sebuah operator menjadi sah menyelenggarakan kompetisi setelah lebih dulu statusnya diputuskan dalam kongres. Sampai saat ini, jelas status PT LIB belum diputuskan dalam kongres sebagai operator kompetisi Liga 1.
Hal ini pula yang membuat BOPI tidak bisa menganulir keberadaan PT LIB sebagai operator liga karena terkendal hukum olahraga (?) tadi.
Pak Edy Rahmayadi yang saya hormati, apakah kondisi organisasi seperti ini di PSSI yang Anda inginkan untuk mereformasi dan memajukan sepak bola Indonesia?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.