KOMPAS.com - Kedatangan Louis van Gaal ke Old Trafford menghadirkan tantangan baru bagi para pelatih Liga Inggris. Van Gaal lihai meracik taktik untuk memaksimalkan potensi pemain yang dia miliki. Taktik pun berevolusi. Bahkan, Arsene Wenger yang taktiknya dinilai monoton mulai mengeksplorasi permainan agresif bersama Arsenal. Jose Mourinho berani lebih agresif setelah mendapat Cesc Fabregas, ”otak permainan” Chelsea.

Kehadiran Fabregas menyelesaikan masalah kreativitas yang sering buntu. Ia juga menawarkan fleksibilitas posisi sebagai gelandang bertahan dan pengatur permainan. Mantan pemain Arsenal dan Barcelona itu merupakan kepingan yang hilang dari Chelsea.

”Kami memiliki (Nemanja) Matic dan (John Obi) Mikel sebagai jangkar. Mereka pemain posisional. Kami memiliki Oscar dan Willian, Anda bisa katakan sebagai pemain nomor 10. Adapun Fabregas adalah keduanya. Kami membutuhkan otak sepak bolanya di tim kami. Dia sangat cerdas dan berpikir cepat dalam pertandingan,” ujar Mourinho.

Fabregas membuka lebar variasi taktik bagi Mourinho. Ia bisa bermain tanpa striker, tanpa kehilangan ketajaman penyelesaian akhir. Pola 4-2-3-1 atau 4-3-3 defensif musim lalu
akan lebih tajam dengan keberadaan Diego Costa. Dua pemain baru itu menjanjikan permainan energik meski karakter bertahan dan menyerang balik tidak akan lepas dari setiap tim Mourinho.

Wenger juga menawarkan permainan yang lebih energik, cepat, dan mengalir. Pelatih asal Perancis itu dinilai terjebak pada pola 4-2-3-1 sehingga mudah ditebak lawan. Manajer Borussia Dortmund Juergen Klopp, musim lalu, menilai Wenger memainkan sepak bola ”orkestra”.

Namun, musim ini Wenger bisa memainkan ritme ”heavy metal” seperti yang digemari Klopp. Kehadiran Alexis Sanchez menawarkan kecepatan, variasi posisi, dan ketajaman penyelesaian akhir. Sanchez adalah pemain kunci yang dicari Wenger untuk meracik variasi strategi di Arsenal.

”Dia seorang striker dan penyelesai yang bagus. Dia sangat mengesankan saat di Italia (bersama Udinese). Kemudian, sedikit sulit di Barcelona. (Tetapi) Saya senang melihat dia bisa bermain di kiri, kanan, dan depan, itulah mengapa saya merekrut dia,” kata Wenger.

Sanchez dan Joel Campbell yang ditarik pulang dari Olympiakos menawarkan variasi formasi 4-4-2 dan 4-1-4-1 seperti saat Arsenal menghajar Manchester City 3-0 di Community Shield pekan lalu. Jika Theo Walcott pulih dari cedera lutut dan kebugaran fisik Mesut Oezil mencapai 100 persen, ritme ”heavy metal” Arsenal akan lebih mengentak.

Evolusi permainan juga terjadi di Tottenham Hotspur, lawan Arsenal di derbi London. Spur kini dipimpin Mauricio Pochettino, pelatih yang sangat jeli dalam taktik dan setia pada filosofi permainan menyerang. Musim lalu, Pochettino mengubah Southampton menjadi sangat agresif. Ia mengorbitkan Adam Lallana, Dejan Lovren, Calum Chambers, Luke Shaw, dan Rickie Lambert. Para pemain itu kini dibeli Liverpool, Manchester United, dan Arsenal.

”Benar bahwa gaya permainan kami adalah menyerang, menekan ke depan. Namun, kami juga membutuhkan kemenangan dengan gaya dan filosofi kami, kuasai bola dan menyerang serta tidak mengubah apa pun meskipun melawan Real Madrid,” tutur Pochettino.

Sepak bola menyerang merupakan filosofi yang juga dianut Van Gaal selama 28 tahun mengelola klub. Namun, pelatih asal Belanda yang menegaskan selalu memainkan pola 4-3-3 agresif itu kini mengubah pendekatannya menjadi lebih bertahan. Ia bermain lebih taktis dengan pola 3-4-1-2 atau 3-5-2.

Formasi itu berjalan mulus di Manchester United (MU). Namun, itu hanyalah transisi karena Van Gaal tidak memiliki pilihan pemain yang bisa menjalankan pola 4-3-3 dengan brilian. Ini juga yang terjadi di tim nasional Belanda setelah Kevin Strootman cedera menjelang Piala Dunia 2014.

Jika MU mendapatkan pemain sayap kelas dunia, seperti Angel di Maria, Van Gaal akan kembali ke filosofi menyerangnya. Taktik terus berevolusi. (Reuters/AFP/AP/Sports Illustrated/ANG)