KOMPAS.com - Ribuan suporter asal Amerika Selatan berkelana ke Brasil demi menonton tim kesayangan mereka berlaga di Piala Dunia 2014. Berhari-hari mereka menempuh rute panjang dengan mobil karavan yang sekaligus berfungsi sebagai rumah. Inilah ”manusia karavan” di pesta sepak bola dunia.

Rombongan Pablo Bardehle Ruiz dan Marcelo Bizama adalah dua dari sekian ribu orang Cile yang memburu pertandingan ”La Roja”, sebutan untuk tim nasional Cile, di Piala Dunia 2014. Mereka berdua berangkat dari Santiago pada 7 Juni. Setelah menempuh perjalanan darat selama tiga hari, di antaranya melintasi Argentina, mereka tiba di Cuiaba, Brasil, pada 10 Juni.

Dari kota ini, Ruiz dan kawan-kawan meneruskan perjalanan menuju Brasilia, Belo Horizonte, Sao Paulo, dan Rio de Janeiro. Selama perjalanan, mereka terus mencermati perkembangan timnas Cile. Salah satunya saat Cile memulai perjuangan di Grup B menghadapi Australia di Stadion Pantanal, Cuiaba, 13 Juni.

Hasil laga itu sangat melegakan. Alexis Sanchez dan kawan-kawan menang 3-1 atas ”The Socceroos”. ”Kemenangan Cile ini menghapus kelelahan setelah berhari-hari melakoni perjalanan darat meski waktu itu kami tidak menonton di stadion,” ujar Ruiz yang ditemui, Sabtu (5/7/2014), di kawasan Centro, Rio de Janeiro, yang dijadikan pusat mobil karavan suporter.

Di Rio, Ruiz dan kawan-kawan akhirnya bisa menyaksikan laga tim asuhan Jorge Sampaoli secara langsung di Stadion Maracana, 18 Juni. Lawannya juara bertahan Spanyol. Lagi-lagi pertandingan itu berakhir manis bagi La Roja dengan kemenangan dua gol tanpa balas. ”Waktu itu rasanya puas sekali. Bisa menonton langsung timnas Cile mengalahkan tim juara dunia,” tambah Ruiz.

Setelah laga itu, mereka singgah di sebuah areal yang disediakan gratis oleh pemerintah Rio de Janeiro untuk kendaraan karavan. Menurut Ruiz, mereka tidak perlu membayar parkir dan air bersih. Hanya makanan dan minuman yang harus disiapkan sendiri.

Ruiz dan Bizama tinggal lama di Rio karena menyukai kota itu. ”Warga Rio de Janeiro ramah. Orang-orang di sini asyik sehingga saya betah. Tinggal di sini juga memungkinkan saya bisa bertemu suporter dari negara lain yang juga banyak datang ke sini,” ujar Ruiz yang telah sebulan berkelana.

”Awalnya kami berlima. Seorang dari kami pergi ke Eropa, dua lainnya kembali ke Cile. Kini kami berdua, saya dan teman saya ini, Marcelo,” ujar Ruiz.

Memasak churrasco

Pada Sabtu (5/7) siang, suasana di kompleks karavan terlihat sepi. Sebagian suporter memasak churrasco atau daging bakar, yang lainnya sedang membenahi tenda atau karavan.

Penghuni terbanyak di kawasan karavan itu berasal adalah suporter Argentina. Hal itu mudah dilihat dari banyaknya karavan berpelat nomor dan beratribut Argentina. Di luar itu, ada manusia karavan dari negara yang timnasnya telah tersisih seperti Kolombia dan Cile.

Di antara suporter Argentina, ada Josue dan seorang kawannya yang sedang bersantai di tenda. ”Bagaimana peluang Argentina, bagus, kan?” tanya Josue terkait keberhasilan tim pujaannya lolos ke semifinal setelah unggul 1-0 atas Belgia di perempat final. ”Saya tetap di sini (Rio de Janeiro) untuk menunggu Argentina bermain di Maracana, di babak final. Pasti Argentina akan tampil di final,” ujarnya optimistis.

Josue tinggal memikirkan cara masuk ke Stadion Maracana karena belum punya tiket final. ”Anda, wartawan-wartawan ini mungkin bisa mengusahakan tiket untuk saya. Tolong, carilah. Bantu saya masuk Maracana,” katanya.

Sejumlah penggila sepak bola juga mengabarkan perjalanannya dengan karavan menuju Piala Dunia melalui dunia maya. Salah satunya Katie Worth, jurnalis lepas yang tinggal di Santiago, Cile. Ia menulis di situs motherboard.vice.com bahwa awalnya fans Cile akan pergi bersama menuju Brasil dengan 800 mobil yang bisa mengangkut ribuan orang.

Rencana besar itu batal seiring terjadinya badai di Pegunungan Andes. Meski demikian, sebagian suporter tetap melenggang ke Brasil dengan uang saku pas-pasan dan tanpa bekal selembar pun tiket untuk menonton laga awal timnas Cile.

Suporter Cile memang menganggap Piala Dunia Brasil sangat penting. Pasalnya, inilah untuk pertama kalinya pesta sepak bola sejagat itu kembali ke daratan Amerika Selatan sejak 1978 di Argentina. Yang juga penting, Cile lolos kualifikasi.

Itu sebabnya suporter Cile mempertaruhkan banyak hal demi menonton laga timnasnya secara langsung. Worth menuliskan, sebagian suporter sampai nekat keluar dari pekerjaan karena mereka sulit mendapatkan izin cuti dalam tempo lama.

Pengelola perjalanan Alberto Schmidt, mengutip tulisan Worth, mengatakan, beberapa agenda pernikahan ditunda karena mempelai dan keluarganya menyesuaikan jadwal Piala Dunia. Banyak pula pelajar mengajukan cuti karena jadwal ujian semester mereka berbenturan dengan agenda Piala Dunia.

Begitulah, menyaksikan laga timnas secara langsung ibarat sebuah ritual. Mereka tidak mungkin melewatkannya. (ADI PRINANTYO dari Rio de Janeiro, Brasil)