RECIFE, Kompas.com — Duel Yunani dan Kosta Rika di perdelapan final Piala Dunia 2014, Senin (30/6/2014) dini hari waktu di Indonesia, adalah uji kekuatan Yunani yang sebenarnya. Tim ”Negeri Para Dewa” itu lolos dari fase grup karena hadiah penalti pada menit akhir dengan skor akhir 2-1 atas Pantai Gading.

Laga melawan Kosta Rika di Stadion Arena Pernambuco, Recife, adalah kesempatan Yunani untuk membuktikan bahwa mereka lolos bukan karena dinaungi Dewi Fortuna. Apalagi, penampilan Yunani di penyisihan Grup C kurang menggigit. Yunani kalah 0-3 dari Kolombia dan seri 0-0 lawan Jepang.

Tim ”Negeri Para Dewa” yang banyak dihuni pemain berusia di atas 30 tahun itu terlalu banyak bertahan. Yunani selama di Brasil belum menunjukkan karakter sebagai tim yang berani menyerang.

Permainan Yunani yang mengandalkan pertahanan solid kemungkinan tidak berubah saat melawan Kosta Rika. Kekalahan telak 0-3 dari Kolombia di laga pertama menjadi pelajaran bagi Yunani untuk memaksimalkan strategi gerendel ala Italia.

Namun, pelatih Yunani Fernando Santos menepis anggapan tim asuhannya tidak jantan. Santos mengatakan, para pemainnya telah menampilkan sepak bola menyerang saat menenggelamkan Pantai Gading. Pelatih yang menangani tim nasional Negeri Para Dewa itu mengatakan, anggapan bahwa Yunani hanya bisa bertahan adalah lelucon belaka.

Sebagai catatan, Yunani pernah menggemparkan dunia setelah menjadi juara Piala Eropa 2004. Masa keemasan itu terjadi saat Yunani ditangani pelatih Otto Rehhagel yang digantikan Santos pada 2010.

”Kami telah buktikan saat menghadapi Pantai Gading. Kami bisa bertahan dan menyerang dengan baik. Kami membuat banyak peluang dan menekan. Meskipun kebobolan pada menit ke-74, kami terus menyerang,” kata Santos yang kontraknya sebagai pelatih berakhir setelah laga melawan Kosta Rika.

Pelatih asal Portugal itu menambahkan, Kosta Rika adalah lawan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Tim under dog itu ternyata menjadi juara grup ”neraka” yang dihuni Inggris, Italia, dan Uruguay.

Status Yunani yang juga sebagai tim under dog tidak dihiraukan pemain. ”Saat ini (di babak 16 besar) semua tim dianggap lebih baik dari kami,” kata gelandang Yunani, Lazaros Christodoulopoulos.

Tim Cinderella

Kosta Rika, yang setali tiga uang dengan Yunani, bermimpi lolos dari babak 16 besar dengan menggulung Yunani.

Bek Kosta Rika, Michael Umana, mengumpamakan tim mereka sebagai Cinderella, tim dengan permainan yang cantik dan tak kenal lelah, tetapi disepelekan. ”Dulu kami adalah Cinderella, sekarang kami tim favorit. Itu satu kehormatan dan kami telah mendapatkannya,” kata Umana.

Penampilan ”Los Ticos” sebagai tim penakluk raksasa di Grup D menuai pujian. Kosta Rika menyerang dengan cepat tanpa kehilangan kedisiplinan di lini belakang.

Asisten pelatih Kosta Rika Luis Marin mengatakan, ”Los Ticos harus mencetak gol lebih dulu.” Itu karena Yunani akan menggerendel lini belakangnya setelah mereka mencetak gol. Yunani juga berbahaya dalam serangan balik. Para pemain Kosta Rika tak lupa berlatih menendang dari titik putih untuk mengantisipasi jika mendapat hadiah penalti. (AP/AFP/REUTERS/WAD)