KOMPAS.com - Sejak Piala Dunia 1938, Brasil tak pernah kalah dalam laga pembuka pesta sepak bola terakbar sejagat itu. Tak ada tim lain yang tampil sekonsisten itu. Rasanya, status tersebut tetap terjaga saat tim Samba menghadapi Kroasia pada laga pembuka Piala Dunia 2014, di Sao Paulo, Brasil, Jumat (13/6/2014).

Hanya, meski berada di ”atas angin”, Neymar dan kawan-kawan tak boleh jemawa. Harapan besar masyarakat agar Brasil menjadi juara di rumah sendiri justru bisa membebani tim. Jika tak mampu mengatasi rasa gugup, bukan tak mungkin Kroasia yang sukses mencuri kemenangan atau minimal menahan imbang tuan rumah.

”Laga pembuka penuh jebakan. Tim yang diunggulkan belum tentu langsung tampil hebat atas lawan yang lebih lemah,” ungkap direktur teknik tim Brasil, Carlos Alberto Parreira. Pria yang telah berkiprah di Piala Dunia sejak tahun 1986 itu telah menyaksikan sejumlah laga pembuka yang berujung kekalahan bagi tim unggulan.

Di Piala Dunia 1990, Argentina yang diperkuat maestro sepak bola, Diego Maradona, takluk 0-1 dari Kamerun. Sementara empat tahun lalu di Afrika Selatan, Spanyol kalah 0-1 dari Swiss.

Memang, kedua tim bangkit seusai kekalahan itu. Tim ”Tango” sukses menembus final, sedangkan ”La Furia Roja” justru menjuarai Piala Dunia 2010 setelah terus menang pada laga-laga selanjutnya. ”Namun, Brasil tak boleh seperti itu. Start buruk akan menyulitkan langkah kami, mengingat tuntutan publik sangat tinggi,” kata kapten tim Samba, Thiago
Silva.

Para penggemar ”Selecao” memang perfeksionis. Ketika Brasil menang 1-0 atas Serbia dalam uji coba terakhir, pekan lalu, mereka mencemooh penampilan tim. Suporter kecewa, tim pujaan mereka gagal menyarangkan lebih banyak gol. Di tengah tekanan publik, Neymar sempat mengalami cedera dalam latihan.

Seusai mengambil tendangan bebas, Neymar terjatuh dengan pergelangan kaki terkilir. Ketika akhirnya sang bintang bangkit kembali setelah dirawat, pelatih Brasil Luiz Felipe Scolari pun lega. ”Jujur saja, kami sempat cemas dengan keadaannya. Sulit dibayangkan Brasil tanpa dia,” kata pelatih yang membawa tim Samba juara dunia 2002 itu.

Legenda Brasil, Pele, pun mengakui besarnya harapan publik terhadap Neymar. Itu tak lepas dari kualitas yang tidak merata di lini depan Samba. ”Sepanjang sejarah, baru kali ini lini pertahanan Brasil lebih berkualitas dibandingkan sektor penyerang. Saya khawatir Neymar terbebani ekspektasi tinggi publik karena ia masih muda,” katanya.

Neymar menjadi satu-satunya nama besar di lini depan Samba. Kebesaran namanya seolah menjadi bayang-bayang bagi Fred, Hulk, Jo, dan Bernard.

Masyarakat Brasil sangat berharap generasi kali ini mampu membayar kegagalan pada Piala Dunia 1950. Kala itu, tim ”kuning-biru” takluk 1-2 dari Uruguay pada laga puncak di hadapan 200.000 penonton yang memadati Stadion Maracana.

Scolari yakin timnya siap mengawali Piala Dunia dengan sempurna. ”Salah satu yang saya siapkan dengan serius adalah lini pertahanan. Kalau kami tak kebobolan, peluang meraih hasil positif cukup besar,” ujarnya.

Tak gentar

Pelatih Kroasia Niko Kovac tak gentar dengan tantangan menghadapi tuan rumah di laga pembuka. Ia justru senang karena tekanan lebih besar ada di pundak Brasil. ”Kalau kami kalah, itu tak terlalu jadi persoalan besar. Sebaliknya, kalau kami menang, Kroasia akan mencuri perhatian dunia,” ungkapnya.

Kalimat itulah yang ia gunakan untuk membakar semangat Luka Modric dan kawan-kawan. Sayang, kekuatan tim Negeri Balkan itu pincang tanpa striker Mario Mandzukic. Penyerang jangkung itu mengoleksi 21 gol dari 29 laga bersama klubnya, Bayern Muenchen, musim lalu.

Kroasia juga tak bisa diperkuat gelandang Niko Krancjar yang cedera di detik-detik terakhir. ”Itu sedikit memengaruhi kekuatan tim. Namun, saya percaya, mereka berpotensi menyamai prestasi 1998,” ujar legenda Kroasia, Davor Suker. Pada Piala Dunia 1998, Suker dan kawan-kawan membawa Kroasia ke peringkat ketiga dunia. (BBC/the Guardian/RIZ)

Sumber: Kompas Cetak