oleh Anton Sanjoyo
KOMPAS.com - Generasi tim nasional sepak bola Indonesia saat ini boleh dibilang paling mujur. Meskipun mutu kompetisi tak beranjak banyak dalam satu dekade terakhir dan tim ”Merah Putih” tiap tahun makin redup pamornya di pergaulan internasional, tiap kali timnas bertanding, Stadion Gelora Bung Karno selalu bergemuruh riuh.
Bagi penggila timnas Merah Putih, pada akhirnya kalah atau menang bukan lagi isu utama. Saat timnas tampil heroik di putaran final Piala Asia 2007, penonton memuja mereka meski kalah. Apalagi saat menang. Maka, tiga kemenangan beruntun atas Malaysia, Laos, dan Thailand di kejuaraan Piala AFF seakan membawa tim ”Garuda” asuhan Alfred Riedl itu melayang ke langit.
Bagi sebagian besar orang Indonesia yang makin hari makin merasa tak punya masa depan, di tengah terus melambungnya angka inflasi, di tengah semakin tidak fokusnya pemerintah menangani problema utama rakyat, di tengah makin merajalelanya korupsi, sepak bola sekali lagi menjadi katup penyelamat. Euforia kemenangan Bambang Pamungkas dan kawan-kawan merembes cepat ke seluruh negeri, ke semua strata dan kelas masyarakat.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tak ketinggalan larut dalam euforia ini. Bukan ucapan pujian semata yang dilontarkan dari Istana, dia pun menyambangi Bambang Pamungkas dan kawan-kawan di lapangan latihan Senayan. Sempat membuat kalang kabut pejabat PSSI karena kunjungan mendadaknya, Presiden Yudhoyono memberikan suntikan moral bagi pasukan Garuda.
Kunjungan mendadak Presiden ke kamp latihan timnas PSSI barangkali patut dicatat dalam sejarah. Sebab, rasanya baru kali inilah seorang RI 1 sudi mampir ke lapangan latihan dan secara khusus memberikan dukungan moral kepada timnas sepak bola.
Sulit untuk tidak menduga bahwa Presiden memanfaatkan euforia luar biasa di tengah masyarakat berkat penampilan tim Garuda. Dilihat dari sudut komunikasi politik, Istana memanfaatkan momentum sepak bola untuk menaikkan lagi pamor dan citranya setelah habis-habisan diterpa badai kritik, terakhir soal Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta.
Meski begitu, apa pun motivasi di balik kunjungan Presiden Yudhoyono ke Senayan, hal ini harus dipandang sebagai babak baru pembangunan sepak bola Indonesia. Perhatian yang sangat besar dari pemimpin negeri ini terhadap timnas harus pula dipandang sebagai momentum untuk memberikan tenaga ekstra bagi pembangunan sepak bola.
Apalagi, Presiden Yudhoyono sempat mendapat masukan dari Alfred Riedl soal buruknya mutu lapangan latihan timnas PSSI, yang notabene masih menyewa dari Yayasan Gelora Bung Karno, yang berada dalam koordinasi Sekretariat Negara.
Begitu mendengar keluhan Riedl, Presiden pun segera memerintahkan PSSI berkoordinasi dengan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng untuk proyek perbaikan lapangan latihan timnas.